Translate

Friday, March 26, 2010

SEJARAH SINGKAT KAMBOJA


 

Seperti yang tercatat dalam sejarah Khmer, pada awal Masehi, Kaundinya (dipercaya sebagai seorang Brahmana) yang berasal dari India mengalahkan dan menaklukkan pribumi dari Queen Soma, orang yang dia nikahi (Groslier 1962:55), Dilantik sebagai Raja Pertama dari Founan (Funan), Kaundinya memiliki julukan "King of the Mountain" (ibid:53). Pusat dari Founan berada di Delta Mekong paling bawah, tetapi wilayahnya dibatasi oleh bagian Selatan Vietnam, pertengahan Mekong, dan sebagian besar dibatasi oleh Lembah Menam dan Malay Peninsula. Tidak mungkin bias menunjukkan dengan cepat dan tepat ibukota dari Vyadhapura, yang disebut "The Hunter's City."

    Menjelang pertengahan abad ke-6 sesudah masehi, Founan sedang mengalami kemunduran yang krisis. Chenla, sebuah Negara bagian yang terletak di pertengahan Mekong di wilayah Bassac (bagian Selatan dari Laos sekarang), berada di bawah penguasaan Champa pada akhir abad ke-5 sesudah masehi . Menurut sejarah T'ang, kira-kira 706 negara dibagi dalam dua Negara bagian. Di Bagian Utara, ada beberapa gunung dan lembah, dan kemudian dikenal sebagai Chenla Kok (Daratan Chenla), menempati bagian bawah dan tengah Laos di wilayah Bassac. Di bagian Selatan, perbatasan laut dan dikelilingi oleh beberapa danau, yang dikenal sebagai Chenla Toeuk (Perairan Chenla), terbentang disepanjang kolam Mekong, dari air terjun Khon sampai ke laut.

    Jayavarman II (802-850), keturunan dari beberapa dinasti pada abad ke-8, dipercayai telah mengungsi ke Jawa pada saat kekacauan. Tepat pada awal abad ke-9, dia kembali, memerdekakan, dan mempersatukan Chenla. Dia dikenal sebagai penemu dari kerajaan Angkorean. Penyatuan Negara tersebut dimulai sekitar 800 negara, dengan berpusat di danau Tonle Sap. Kamboja dipersamakan oleh Khmer pada akhir abad ke-8, setelah wilayah Mon disepanjang pantai Gulf of Siam juga berada dibawah kendali Khmer. Kerajaan itu bersatu hingga pertengahan abad ke-10. Peradaban pertama dari Chenla adalah banyak candi-candi tiruan, patung, dan prasasti yang didirikan seperti apa yang telah kita ketahui sebagai "Seni dari orang-orang Angkorean sebelumnya." Raja Jayavarman II kemudian menemukan ibukota yang dekat dengan Roluos di provinsi Siem Reap pada awal abad ke-9 (Groslier 1962:91, Coedes 1963:79, Stierlin 1983:17-19).

    Dari sudut pandang keagamaan, telah dikatakan bahwa semua agama yang ada di Kamboja berasal dari India, yang pertama ajaran Brahmana dan kemudian agama Budha. Dalam waktu yang panjang, ajaran Shiva telah menjadi agama di Negara bagian, sedangkan ajaran Vishnu hanya ada di istana. Bagaimanapun, agama Budha yang diperkenalkan di Asia tenggara selama abad ke-3 sebelum masehi, telah diterima secara luas oleh orang-orang pribumi, dan hidup bersama dengan agama-agama lainnya (Pang 1981:92, Sam 1987:1, Pak Nam 1988:82). Selama masa Angkor sebelumnya, agama Hindu tidak terlalu banyak diketahui masyarakat; hanya pada kelas-kelas penting. Masyarakat menganut garis keturunan animism-budaya tua Mon-Khmer. Peradaban Khmer pada pokoknya berhubungan dengan agama. Candi-candi dengan symbol dari perintah yang bersifat ketuhanan. Jayavarman II sebagai penemu kerajaan Khmer menetapkan kekuasaannya pada sebuah kediaman keagamaan, Lembaga deva Raja atau God-King (raja yang dikenal sebagai Tuhan).

Angkor adalah kerajaan yang paling kaya dan jaya pada masa sejarah Khmer. Masa Kejayaannya (sejak abad ke-9 sampai abad ke 15) yang sama bagusnya dengan candi Angkor Vatt, yang dibangun oleh Raja Suryavarman II (1113-1150), dan beberapa seni klasik Khmer yaitu arsitektur, pahatan,kesusastraan,tarian,dan musik.

    Jayavarman VII (1181-1218) adalah seorang penganut agama Budha, sangat saleh,dan penuh perasaan. Selama masa ini (awal abad ke-12) Mahayana agama Budha memiliki dukungan kerajaan yang kuat dan oleh karena itu bisa menjadi agama yang dianut di Negara bagian untuk pertama-tama. Kemudian, pada awal abad ke-14, Khmer telah berubah menjadi Theravada (Hinayana) agama Budha dan melanjutkan untuk menganutnya sampai sekarang (sam 1987:1). Telah tercatat bahwa selama pada saat itu Jayavarman VII dianggap sebagai Buddha Raja atau "Buddha-King" (Raja yang dikenal sebagai Budha), menggantikan figure yang sebelumnya yaitu Deva Raja (Coedes 1963:98).

    Jayavarman VII Berjaya pada tahun 1181 dan menetapkan ibukota yang baru yaitu Angkor Thomm, tempat dimana dia membangun candi besar dengan 4 sisi yang dikenal sebagai Bayon. Setelah kematiannya pada tahun 1218, tidak ada lagi pembangunan candi-candi disana. Masa kejayaan itupun berakhir. Dibawah kekuasaan pengganti pertamanya, kekuatan Khmer menurun. Pada tahun 1352 Siamese berhasil merebut Angkor dan mendudukinya sampai tahun 1357. Pada tahun 1430 siamese meluncurkan serangan kedua mereka kepada Angkor, memaksa Khmer untuk menyerahkannya pada tahun 1432 (Delvert 1983:34). Pada masa Lungvek-Oudong (sejak abad ke-15 sampai abad ke-19), yang diikuti dengan salah satu yang tidak dikenal. Setelah keruntuhan Angkor, Negara tidak mampu melawan serangan Siamese, yang mengakibatkan adanya penggabungan provinsi setalah wilayah provinsi Khmer. Sesudah itu, Khmer memindahkan ibukota-ibukota mereka dari waktu ke waktu. Akhirnya, dengan bantuan dari Siamese pada tahun 1846, dan Ang Duong dilantik sebagai raja oleh wakil dari Siam dan Dai Viet (Vietnam). Dia berkuasa sejak tahun 1847 sampai 1860, yang kemudian dia meninggal (Leang 1965:13). Masa keruntuhan (pada abad ke-15 sampai abad ke-19) setelah masa kejayaan Angkor, memperlengkapi kita beberapa seni Khmer. Tidak sampai Raja Ang Duong naik tahta, seni Khmer dihidupkan kembali dan mulai maju kembali. Abad ke-19 dikenal sebagai masa yang sangat penting dan bisa disebut "Masa Renainsanse," untuk pertama kalinya setelah keruntuhan kerajaan, yang diatur oleh raja yang terdidik dan matang. Raja Ang Duong melanjutkan pendidikan dan bekerja untuk mengatur ulang infrastruktur Negara (Leang 1965:72, Ly 1969:83).

    Dibawah masa Oudong, ibukota dipindahkan di bagian belakang kota sekarang. Kota Phnom Penh didirikan pada pertemuan empat sungai Mekong, yang kemudian dikenal sebagai Chaktomouk, yang berarti "empat sisi", setelah masa tersebut diberi nama. Selama masa Chaktomouk sejak tahun 1864-1953 Kamboja berada di bawah perlindungan Prancis. Kerajaan Khmer, dipimpin oleh pangeran Norodom Sihanouk memerintah Kamboja sampai 18 Maret 1970 yang pada saat itu Pemerintahan dipimpin oleh Marshal Lon Nol menggulingkan kerajaan dan memerintah Kamboja sampai 17 April 1975 yang ketika itu direbut oleh Khmer Rouge dibawah pimpinan Pol Pot sampai 7 januari 1979. Khmer Rouge dipecat oleh orang-orang Republik sosialis-komunis dari Kampuchea dibawah kekuasaan Heng Samrin. Pada tanggal 21 Oktober 1991, Perjanjian damai ditandatangani oleh orang-orang dalam partai politik perang di Paris, yang menghasilkan pemilihan nasional pada tahun 1993 dibawah dukungan United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC). Setelah pemilihan pada tahun 1993, Kamboja menganut konstitusi yang baru, yang institusi sebelumnya adalah Sisitem Kerajaan yang dipimpin oleh Norodom Sihanouk sebagai raja dari Kamboja.

    Dibawah pemerintahan Khmer Rouge (1975-1979), Kamboja masuk ke dalam sebuah julukan "Hell on Earth." Hampir dua juta orang Khmer dibunuh atau meninggal karena penyiksaan, kelaparan, dan penyakit. Rezim Radikal Khmer Rouge menghancurkan yayasan Khmer. Mereka menyebabkan kebodohan, kecurigaan, demoralisasi, dan kemiskinan.

    Setelah tahun 1979, budaya Khmer telah dihidupkan kembali hingga saat ini. Para Artis datang beramai-ramai, berkelompok, dan bekerja keras untuk membangun kembali kekuatan budaya mereka. Institusi budaya dibuka kembali dan keterampilan seniman Khmer dipelajari kembali. Mereka telah berusaha untuk bangkit kembali, menjaga, memelihara, dan mempromosikan budaya Khmer. Beberapa tradisi yang telah mati, yaitu sbaek poar (berbau kewayangan), ikhaon ape (teater ape), ikhaon pol srey (teater naratif wanita), dan ikhaon ken (teater suara) telah bangkit kembali. Mereka juga berusaha untuk membuat program-program untuk mendukung budaya yang telah ada, festifal, publikasi, rekaman, wisata, dan kontak budaya.


 


 

MUSIK KAMBOJA

    Musik Khmer dikatakan telah ditemukan sendiri dari empat kekuatan yang berpengaruh: penduduk pribumi Khmer sebelum datangnya budaya-budaya asing, kemudian diikuti oleh Indian, kemudian cina, dan yang terakhir dari budaya Eropa. Manifestasi India bisa dilihat pada agama: Ajaran Brahmana, Hindu, dan Budha; pada literature: seperti Ramayana; dan pada music, shawms dan gendang dua sisi berbentuk barrel. Pengaruh dari Cina bisa dilihat seperti berbentuk biola yang memiliki dua senar, drum, dan simbal. Sedangkan perwujudan budaya Eropa sperti notasi musik dan alat-alat musik.

    Berbicara masalah music, Kamboja memiliki jenis music yang beragam, perbedaannya hanya antara Khmer atau kadang-kadang dari Khmer Kandal yang berarti "Middle Khmer" dan beberapa kebangsaan atau beberapa keompok etnik yang minoritas.

    Peradaban Khmer mencapai puncaknya pada masa Angkor, sejak abad ke-19. Dalam kekompleksannya, ada beberapa budaya yang besar, symbol, dan penyatuan beberapa budaya. Melukiskan pada diinding di sekitar candi-candi di daerah Angkor, kita dapat melihat tokoh seperti apsara (bidadari surgawi atau penari), dengan alat-alat music yang bervariasi, yaitu pin (harp yang kalihatan tulangnya), memm (bowed monochord), khsae muoy (music haluan atau plucked monochord), sralai (bambu yang berlipat empat atau oboe), korng (gong), chhing (simbal kecil), sampho (gendang barel dua sisi), skor yol (gendang barel yang digantung), dan skor thomm (gendang dua sisi yang besar).


 

Instrumen pada musik Khmer dan system nada pada ansambel adalah sama dengan yang di sajikan pada relief Angkor.sehingga kita mempunyai alas an mempercayai bentuk musikal dari Khmer kuno.


 

    Terdapat beberapa ansambel musik di Kamboja, yaitu: arakk ( penyembahan kepada roh), kar (perkawinan), yike (teater rakyat asli muslim), dan basakk (teater asli orang cina). Ansambel ini jarang diperdengarkan, dan selalu ditampilkan pada acara penyembahan kepada roh, perkawinan, pemakaman, atau tari dan teater.


 

    Instrumen ini meliputi: terompet, sangkakala, suling, flute, shawm, alat musik gesek, dulcimer, zither, lute, xilofon, gong , simbal,dan drum.Pencipta alat musik mereka tidak diketahui. Secara tradisional, beberapa komposisi tidak ditulis, tetapi diturunkan secara oral. Musik Khmer bertahan pada stratifikasi polifoni dan berdasarkan tangga nada pentatonic (lima nada), namun heptatonik (tujuh nada) tidak digunakan. Hiasan atau ornamentasi adalah karakter musik Khmer.Musisi yang memainkan memiliki melodi sendiri dalam pikirannya.


 

    Musik Khmer aspek penting pada kehidupan dan kebudayaan Khmer. Musik melambangkan sejarah, masyarakat, kesenian, adapt istiadat ,dan kebudayaan Kamboja.


 

     Musik Khmer mempunyai fungsi ganda; sebagai ritual dan hiburan. Yang pertama, musik memiliki kekuatan untuk memanggil roh. Dan membangkitkan imajinasi pendengar. Musik mengiringi setiap aspek bangsa Khmer sejak masa lampau. Musik mencerminkan jiwa dan karakter Khmer.


 

    Di Kamboja, satu-satunya institusi yang menyediakan pendidikan formal dalam musik adalah RoyalUniversity of Fine Arts di Phnom Penh. Disamping itu, musik diturunkan oleh gurunya secara formal pada waktu yang tidak formal, kebanyakan pada keluarga musisi. Sesungguhnya, setiap desa memiliki ansambel musik. Musisi wanita jarang ditemukan, vokalis wanita adalah hal yang biasa.


 

    Sistem Tuning

    Pada buku ini, penetapan syarat pembagian "nada dengan jarak yang sama" berhubungan dengan jarak tujuh nada system oktaf. Kata "kunci" menunjukkan tinggi rendahnya bunyi perkusi dan gong atau seperti penjarian tidak selalu seperti musik barat.


 

Konsep dan pernyataan "interval equidistant" di Khmer atau Asia Tenggara. Tidak dapat dijadikan teori khayalan musik Khmer.


 

Dapatkah seorang musisi memulai karya musik pada berbagai kunci-dasar teoretikal equidistant. Musisi Khmer yang memainkan ansambel, memulai dan mengakhiri karya musik pada tinggi rendah nya nada yang telah ditetapkan sebelumnya. Bentuk yang dihasilkan bukan sebuah trasposisi yang sama dengan tinggi rendah bunyi asli namun kenyataan nya dengan bentuk yang lain. Ketika memainkan musik di kunci yang tidak tepat adalah seperti bahasa Khmer yang diucapkan dengan bahasa Cina atau Vietnam dengan aksen yang kuat.


 

Equidistant adalah teori dan system. Setiap musisi Khmer memiliki system pengaturan nada sendiri ketika mengatur nada

  • Ketika mengatur nada, seorang pemain mencoba bermain tingkat kelima dengan baik. Musisi Khmer mengatur nada pada instrument yang menggunakan empat dan lima, dan oktaf yang sempurna.
  • Penyanyi khmer tidak menyanyikan interval equidistant.
  • Ada semacam "kunci yang salah" pada musik Khmer, bertentangan dengan konsep dan teori equidistant. Memakai bagian musik dengan kunci yang salah akan membuat sralai pada situasi yang memalukan.
  • Yang menarik, musi Khmer dapat dimainkan instrument musik barat dengan tingkat kepuasan. Terdapat ansambel musik modern dan popular di kenal sebagai mohori samai, menggunakan instrument seperti biola, banjo dan mandolin, gitar dan akordion.


 

Singkatnya, ketika penyanyi tidak memainkan interval equidistant, alat musik contohnya: sralai, tidak dibentuk untuk menghasilkan interval equidistant. Musik Barat digunakan untuk memainkan musik Khmer tidak tepat dalam menghasilkan interval equidistant, dan musisi tidak bias memulai disembarang kunci pada musik Khmer.


 

Tangga Nada

Musik Khmer Berlandaskan pada dua tangga nada utama: pentatonik lima nada, dan heptatonik tujuh nada. Tidak ada syarat pada tangga nada Khmer sampai sekarang, ketika kaum terpelajar dan peneliti mulai tertarik pada hal ini. Pada penjelasan tentang rekaman bunyi Sebuah kumpulan Musikal Asli: Kamboja, Danielou mengungkapkan tangga nada Khmer untuk mendukung teorinya:

  • Dia percaya Khmer memiliki tangga nada ghandara-grama dari India.
  • Dia menyarankan Khmer memiliki sebuah tangga nada setengah nada tanpa interval kelima dan keempat augmented.
  • Dia berpikir Khmer meminjan tangga nada China.
  • Tangga nada Khmer bersifat heptatonik (equidistant).
  • Pada saat ini, dia melihat Khmer memiliki dua tangga nada,pentatonic dan heptatonik berdasarkan tangga nada China.
  • Dia membagi komposisi Khmer kedalam :kuno" dan "modern".


 

Memasuki bahan pembuatannya, ada dua tangga nada pentatonik anhemitonik dan heptatonik.


 

Dalam konteks pinn peat, tangga nada berdasarkan kunci G (diperkirakan berdasarrkan kunci Barat), ditekanan warna bagian terakhir.


 

Sistem

Seperti tangga nada, tidak ada cara yang pasti, dan musisi Khmer tidak mengungkapkan secara lisan. Sangat suah untuk bertanya kepada musisi Khmer system apyang digunakan.


 

Secara keseluruhan, system Khmer dapat diciptakan, termasuk kedalam parameter dibawah ini:

  • Sistem tidak dapat dipisahkan dari tangga nada, pusat tinggi rendah nada, contohnya, G konstan (dalam tangga nada G) semua adalah final (termasuk G itu sendiri).
  • Sistem, dikenali bergantung pada finalnya dalam hubungan prinsip tinggi rendahnya nada.
  • Pada bidang ini, tangga nada adalah echelle generale, sistemnya gamme particuliere.
  • Karena system berdasarkan kepada final yang berbeda menunjukkan struktur yang masing-masing berbeda disetiap system.
  • Sisitem Khmer di identifikasidengan tinggi rendah nya nadafinal.


 

Metabol

Pendengar yang tidak tahu musik Khmer mungkin memiliki tanggapan semua bagian musiknya sama. Ini karena pada tingkat tertentu sama. Sebagian besar bagian pinn peat berhubungan pada tangga nada G. Bagaimanapun beberapa bagian seperti Lo dan Rev, menggunakan perubahan metabol pada level nada yang berbeda. Fungsi metabol sama dengan transposisi. Proses metabol musik Khmer mudah. Pertama, tidak mengikut sertakan bagian harmonic dan resolusi terhadap kunci awal dan tonalitas yang ditandai modulasi Barat. Kedua, tidak ada perubahan kunci warna diganti ke tonal baru. Ketiga, level baru sama dengan bagian sebelumnya dengahn syarat dari panjang bagian, progresi nada, dan struktur, kecuali dapat di tunjukkan pada sebuah gerakan melodis yang berbeda.


 


 


 

TEMPO DAN RHYTEM

    Tidak ada tempo tertentu dalam music Khmer. Dalam prakteknya, rhytem alat music tertentu seperti drum mengatur tempo untuk ensambel. Dalam istilah rhythmic, seseorang bisa saja kecewa dengan "irama yang kuat" dan "tekanan."Dengan kata lain, irama yang kuat dari gendang bisa terjadi pada tekanan dari gendang.

    Rhythmik Khmer yang paling pendek mempunyai paling sedikit delapan pukulan (atau 4/4). Rhythmik dimulai dari irama yang pelan dan kemudian berakhir pada irama yang kuat. Lagu-lagu dikelompokkan sesuai dengan beberapa aturan rhytmik seperti muoy choun, pi choan, dan bey choan. Kemudian lagu tersebut dikenal sebagai Toch Yomm Muoy Choan, Khyal Bakk cheung Phnomm Pi Choan, Chvea Srokk Morn Bey Choan,dll.

    Ketiga rhytmik dibedakan oleh panjangnya cycle. Setiap rhytmik mempunyai sebuah rhytmik prase dan nuansa yang mencocokkan panjangnya melodi yang sama.


 


 

KOMPOSISI

Ada lebih dari seribu komposisi tradisional Khmer di dalam dunia music. Komposisi tersebut tidak memilki nama pengarang.Jadi, banyak orang yang melupakan siapa pengarang asli dari komposis tersebut atau bahkan ada sebagian orang yang mengatasnamakan karya tersebut. Melalui beberapa program, telah diusahakan untuk memutar ulang karya-karya tersebut.

Komposisi Khmer dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu Deskriptif seperti contohnya Omm Touk (Row a Boat) dan Khyall Bakk Cheung Phnomm (The Wind Blows at the Foot of the Mountain) dan Sentimental seperti contohnya Sdech Saok (A king Weeps).

Kelompok komposisi yang lain yang memilki spesifikasi yang berbeda dari sisi karakter, gaya, dan cara-cara umum seperti Khmer contohnya Khmer Krang Phka (Khmer String Flowers), Morn contohnya Morn Chauh Touk (Morn Get on a Boat), Phoumea contohnya Phoumea Ho (Burmese Whoop), Chvea contohnya Chvea Srokk Morn (Javanese from the Morn Country), Chenn contohnya Chenn Sae (Chinese Medical Doctor), Baraing contohnya Baraing Srav Puor (French Puil the Rope), Arabb contohnya Arabb Thvay Por (Arab Wish).

Beberapa komposisi Khmer pada dasarnya dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu Phleng chrieng (music dengan nyanyian) dan phleng skor (gendang) atau phleng laim (tarian).

Musik Khmer biasanya bercirikan music tanpa harmoni. Biasanya hanya berupa melodi yang membedakan music tersebut dari jenis music lainnya. Musisi ansambel Khmer mempunyai sebuah melodi kolektif yang mempunyai garis pedoman untuk semua musisi yang mengikutinya dari awal hingga akhir, dan juga sebagai sebuah dinamis untuk menyatukan semuanya hingga menjadi ansambel.


 


 

NILAI DAN NOTASI

    Nilai dan notasi musical menjadi salah satu fenomena di Kamboja yang diperkenalkan oleh orang-orang Eropa dari Royal university of Fine Arts khususnya di Fakultas Musik. Di dalam music Khmer hanya dapat membahas tentang " kunci konstan" atau "kunci konseptual" bukan pitch yang sebenarnya. Tinggi rendahnya nada bervariasi tergantung pada stem alat-alat music. Bagaimanapun bentuk stemnya, musisi Khmer selalu memainkan sebuah lagu yang menandakan sebuah kunci yang dimainkan oleh dua ensambel. Musisi Khmer menetapkan tinggi rendahnya nada tergantung pada kunci-kunci alat music. Perbedaan antara G dan A tidak hanya antara tinggi rendahnya nada tetapi juga pada kuncinya. Stemnya yang kira-kira pada satu nada yang berbeda. Itu hanya seperti sebuah terjemahan yang lebih baik dari terjemahan lainnya karena hasil terjemahan bisa saja tidak sesuai ketika diterjemahkan kembali ke dalam bentuk aslinya.

Tuesday, March 16, 2010

Anthropology of Music bab V KONSEP

KONSEP

Setiap konsep musik diperkirakan pada rangkaian konsep-konsep dimana musik dipadukan pada kegiatan -kegiatan sosial secara luas dan menempatkannya sebagai fenomena hidup diantara berbagai fenomena lain. Ini adalah konsep-konsep yang mendasari praktek dan pertunjukan musik, produksi dari suara musik. Sebagian dari konsep-konsep tersebut tidak dengan langsung diungkapkan dengan kata-kata, oleh karena itu konsep-komsep itu harus didekati melalui evaluasi analitik berdasarlan suatu pemahaman dari evolusi bangsa. Secara serentak konsep-komsep tersebut merupakan kerangka kerja dimana musik dipesan oleh masyarakat dimana orang-orang itu memikirkan apa itu musik. Ada perbedaan antara konsep mendasar yang baik dan itu secara lansung memperhatikan struktur musik. Ketertarikan kita di sini tidak langsung pada perbedaan orang-orang yang bisa menyebabkan musik begian yang utama dan tidak. Sebagai contoh, meskipun jarang, apa sifat musik, begaimana musik diterima di maryarakat sebagai bagian dari keberadaan fenomena hidup, dan bagaimana musik disusun secara konseptual oleh orang-orang yang menggunakannya dan mengaturnya.

Salah satu yang terpenting dari konsep-konsep tersebut adalah perbedaan-perbedaan secara tidak langsung atau nyata, membuat musik berada di antara kebisingan atau menjadi bukan musik dan lain-lain. Ini dasarnya untuk membuat mengerti apa arti musik pada masyarakat. Hal ini mengasumsikan bahwa jika tidak ada perbedaan yang dapat membuat maka tidak ada hal lain tentang musik, untuk hal yang lain semua suara akan menjadi sebuah musik atau tidak bersuara sama sekali dapat menjadi musik atau bukan musik ditentukan oleh sifat musik pada masyarakat. Jika satu kelompok menerima suara dari angin yang berhebus dari pohon-pohon sebagai musilk dan yang lainnya tidak, atau satu kelompok menrima teriakan katak dan yang sejenisnya sebagai musik hal itu sama bahwa konsep dari apa arti musik atau itu tidak harus dibedakan secaara luas dan harus secara khusus itu merupakan bentuk dari suara musik.

Kesulitan masalah ini ditekankan oleh ketidaksempurnaan persetujuan apa yang merupakan pada masyarakat. Teoritist barat cenderung menggunakan kriteria akustik, menyebutkan musik “suara-suara teratur dan getaran yang berperiode” (Culver 1941 :4-5), atau suatu kebisingan (Seashore 1938 :20). Barthaomew menyatakan bahwa “suara, salah satu dari kekomplekan atau tidak teratur atau keduanya yang tidak memiliki nada, ketika didengar senkiri disebut kebisingan”, tapi ditambah “ada, pasti, tidak terbatas, antara kebisingan dan nada” (1942 :159). Kesulitan ini ditekankan ketika kita menyadari bahwa penerimaan suara-suara tertentu sebagai variasi musik keduanya secara individu dan pada waktu tertentu. Piano tidak selalu diterima sebagai instrumen ,usik (Parish 1944). Musik Beethoven satu sisi ditolak dan menjadi kontroversi di antara berbagai bentuk nusik elektrik.

Perbedaan-perbedaan dari sifat akustik adalah tidak dan pasti. Secara umum dibuat pada masyarakat umum. Agaknya, perbedaan dicapai sepanjang tempat lain. Diantara Congo Basongye, sebagai contoh ada konsep luas di musik, walaupun tidak diekspresikan secara langsung. Berbicara tentang ini, Basongye cenderung respon pada pernyataan aphorisme seperti berikut :

“Ketika kau tidak puas, bernyanyilah. Ketika kau marah, berteriaklah. Ketika seorang berteriak, dia tidak berpikir. Ketika dia bernyanyi, dia sedang berpikir. Lagu adalah sebuah ketenangan, tidak kebisingan. Ketika seorang berteriak, suaranya menjadi kekuatan, ketika bernyanyi suara bukan merupakan kekuatan.”

Menggunakan pernyataan tersebut, sebagai pertanyaan yang mendetail dan observasi adalah mungkin untuk membantu peneliti dalam membuat sebuah 3 bagian “teori”dari kebisingan dan musik yang dibuat oleh Basongye.

Tempat pertama, musik untuk Basongye selalu membukktikan orangnya, suara yang tidak berasal dari sumber daya manusia tidak termasuk musik. Tidak ada sumber yang dapat mengklasifikasikan suara dari bernyani seperti burung-burung sebagai musik atau angin bernyanyi di pohon. Konsistensi sudut pandang ini ditekankan pada fakta bahwa hanya jenis-jenis supernatural tertentu yang lebih akurat dan manifestasi superhuman yang dapat menghasilkan musik. Mulungaeulu, yang alami non-human tidak hanya dapat membuat musik tetapi diam sama sekali. Walaupun Bandoshi memiliki lagu sendiri dimana mereka bernyanyi bersama pada pertemua, hal ini secara tegas faktanya dimana orang-orangnya mengejar sesuatu yang berbahaya dalam hidup dan tidak mempertimbangkan aakan menjadi apa, sekalipun mereka tidak memmiliki kekuatan eksatra. Ada beberapa perbedaan Basongye, apakah Bikudi atau Roh leluhur bernyanyi, tetapi ini lebih dari pertanyaan apakah bernyanyi dapat didengar lebih daripada produksi musik sesungguhnya yang lain berkata. Pengevaluasian kesemapatan Roh leluhur dapat memperdengarkan bernyanyi pada semak-semak di malam hari. Hal ini tetap menurut teori musik sejak Roh leluhur disusun menjadi bersifat kemanusiaan dalam membuat musik. Orang-orang muda mengatakan mereka yang lebih tua bodh\oh dan bahwa suara-suara pada waktu malam yang berasal dari Roh leluhur adalah nyata sebuah tangisan dari tangisan serigala dan tidak sedang bernyanyi. Hal ini tetap bahwa binatang tidak bisa menghasilkan musik jenis apapun. Akhirnya, lagu tidak merupakan bagian dari dongeng atau legenda walaupun kemampuan bernyanyi atau memainkan alat musik langsung dari Efile Mukulu (Tuhan). Efile Muluku tidak dibuat sebagai pembuat musik atau tidak pada pahlawan budaya membuktikan kreasi pada bumi ini dan orang bernyanyi dalam setiap kegiatannya. Oleh karena itu ide bahwa musik diciptakan hanya oleh orang-orang yang tetap dalam kerangka kerja konsep Basongye.

Walaupun informasi ini secara ekstrim terbatas hal ini jelas bahwa pandangan musik sebagai produsen tunggal oleh manusia tidak bersifat luas. Pada pembicaraan dari sejarah pada Sierra Leone, J.T. John menekankan kisah berikut :

“Berdasarkan cerita, menyerahkan kesuksesan generasi oleh bahasa mulut musik “balanji” diperkenalkan oleh anak laki-laki kira-kira 10 tahun. Dia berkata ketika dia datang ke ladang ayahnya pada pagi hari, dia mendengar suara burung kecil dalam hutan dan dengan tegas membetuk sebuah melodi (pasti anak kecil selalu ada disana), dia berhati-hati dan mendengarkan. Setelah mendengarkan dengan seksama dia pergi, mengambil kayu kecil dan membuatnya rata. Kemudian memotong kayu lain lagi kemudian menyusunnya dipangkuannya, memulai membuatnya dengan huruf. Terus menerus mempraktekannya, anak itu sukses dalam memainkan lagu dari burung tersebut. Lagu ini dikenal dan dimainkan oleh setiap “belanji”” (1952 : 1045).

Kelompok yang tidak punya nama atau kelompok dimana John berbicara dengan jelas diteima sebagai musik nyanyian burung atau setidaknya dasar-dasar musik. Hal ini merupakan bentuk yang kontras Basongye yang tidak dapat mendorong cerita asli karena burung tidak membuat musik. Oleh karena itu penerimaan atau pendekatan dari suara musik tertentu memiliki cabang-cabang tersendiri.

Poin kedua, pada teori Basongye dari musik adalah suara harus diatur. Ketukan yang acak dari Xylophone atau drum contohnya, tidak dipertimbangkan sebagai musik. Tetapi pengaturan sajapun tidak cukup untuk memenuhi kriteria. Jika ada 3 drumer membuat ketukan masing-masing secara bersamaan pada drum mereka, itu belum cukup disebut sebagai musik sekalipun diatur. Kriteria terakhir, kemudian yaitu musik harus memliki minimal waktu secara berkesinambungan.

Melalui 3 kriteria ini, musik dihasilkan secara eksklusif oleh manusia yang harus diatur secara kontinu. Basongye melakukan arti dari batasan antara musik dan non-musik. Tidak heran, bagaimanapun ada jarak yang memisahkan antara 2 konsep yang sudah dijelaskan, dan dalam konteks jenis suara menunjukkan penerimaan dan penolakan sebagai musik.

Diam adalah salah satu bagian dan Basongye menginformasikan ketidaksetujuan yang sederhana sebagaimana hal ini bukanlah musik. Tetapi ada beberapa jenis perbedaan dari diam. Satu, diam dapat disebut sebagai Tujuan Penunjuk arah dalam kursus pelacak dan disini Basongye dengan suara bulat dalam berbicara tidaklah musik. Perbedaan-perbedaan opini muncul ketika seorang mendiskusikan diam dengan mengenali nadanya. Basongye juga memproduksi suara dengan mengeluarkan suara kedalam tangan yang melengkung dan kedalam berbagai alat seperti okarina (Meriam 1962a). Yang terakhir disebut Epudi, juga alat penunjuk, digunakan dalam berburu, ini juga dikembangkan sebagai bunyi-bunyian yang jarang untuk lagu-lagu dalam berburu, tetapi untuk kasus lain, hal ini juga dipertimbangkan sebagai suara dari suatu musik. Dengan kata lain, bersuara dengan tangan yang dilengkungkan di mulut dapat membauat sebuah melodi dan ritme dalam mengiringi tari-tarian tertentu. Dalam hal ini kriteria musik dapat dipenuhi dan diterima. Akhirnya, walaupun bernyanyi berbeda dari bernyanyi tanpa kata-kata, keduanya diterima sebagai musik karena “humming” dengan nada-nada tertentu diterima sebagai musik oleh beberapa orang dan tidak ditolak oleh yang lainnya lagi.

Nketia membuat beberapa poin yang sama dalam generalisasi African music, terutama dalam respon terhadap keutamaan konteks dalam menentukan penerimaan suara sebgai musik.

Oleh karena itu, suara flute atau gemenetuk, suara bel, gemparnya rocks, gemerincing tongkat drum, bisingnya marakas, suara derap kaki semuanya ini menyediakan suara musik yang potensial yang mungkin dipakai dalam pertunjukan yang kreatif dibawah batasan-batasan spesifik yang sudah dibuat. Hal ini berarti suara-suara yang dimasukkan dalam konsep musik tidak hanya siara yang memiliki pitch yang baik, bahkan suara yang tidak memiliki pitch.

Konsep yang luas ini tidak berarti bahwa semua suara dapat didengar dalam masyarakat Afrika bahwa semua dapat diterima sebagai musik atau musikan. Kebalikannya ada diskriminasi dan perubahan. Reaksi yang berbeda ditunjukkan terhadap apa yang mungkin secara physic berdasarkan suara kemana dan bagimana itu digunakan.

Dalam masyarakat Akan, jika seseorang membersihkan sebuah botol dengan sehelai tembakau rokok, dia akan menghasilkan suara bising. Jika dia menunjukan aksi scarpingnya dalam pertunjukan musik Ahyewa, suara, meskipun sama, tetapi memiliki perbedaan juga. Itu akan menjadi hal yang berguna dalam musik.

Masalah yang timbul antara musik dan bukan musik adalah salah satu hal yang penting dalam pengertian tentang sistem musik. Ini merupakan pengertian tentang arti apakah musik itu di dalam masyarakat, dan bentuknya bukan hanya musik itu sendiri tetapi cerita tentang musik itu dan konsep tentang keaslian dari sebuah musik. Meskipun telah ada beberapa teori untuk membuktikan perbedaan bahasa dari sebuah lagu, contohnya (List 1963), bahwa tidak adanya informasi yang tersedia dalam ilmu bahasa etnomusikologi yang memfokuskan diri terhadap evaluasi orang pada umumnya yang mana merupakann dasar dari segala sistem musik.

Hal yang sama pentingnya diantara semua konsep musik dalam semua masyarakat adalah pertanyaan tentang musik “talenta”. Apakah kemampuan pola pikir masyarakat sebagai kepunyaan untuk sebuah persetujuan yang besar dari beberapa individu daripada yang lain, atau apakah talenta itu tersebar di masyarakat? Apakah itu diawariskan kepada seseorang dari orangtuanya atau dari keluarganya, atau adakah konsep lain yang diwariskan ada semuanya? Masalah ini mungkin timbul dari luar aplikasi dari tes kemampuan musik, tetapi tidak seberuntung tes lainnya, di disain untuk musik sebagai yang diketahui di dunia Barat dan hal tentang batasan nilai. Pada waktu yang sama, beberapa informasi kecil tersedia menunjukan bahwa evaluasi kesenian rakyat apakah masih eksis. Penumpang telah menemukan bahwa Anang orang Nigerian termasuk semua individu untuk lahir dengan kesamaan warisan talenta untuk aktifitas yang berhubungan dengan keindahan., dan itu adalah bagian dari training yang mana dipercaya untuk membuat seseorang mempunyai kemampuan yang lebih daripada orang lain. Dalam hubungannya dengan penebangan hutan. Penumpang menulis:

Sekali seseorang berkomitmen tehadap pekerjaannya yang membayar upah dan partisipasinya dalam sebuah ritual keagamaan, dia hampir tidak pernah gagal untuk membangun kemampuannya yang mana memampukan dia untuk menikmati kesuksesannya sebagai seorang yang profesional. Ini merupakan hal yang mudah untuk setuju bahwa dia akan menjadi seorang artis yang kreatif. Seorang Anang memberitahukan bahwa seorang yang memiliki talenta adalah seorang yang superior , tetapi pada waktu yang sama mereka tidak diperbolehkan, karena kita berusaha sekuat tenaga untuk meraih itu, bahwa mereka semua mempunyai kualitas kemampuan yang buruk. Pendidikan yang sama ini terbebtuk juga untuk area astetik lain. Beberapa penari, penyanyi juga termasuk orang-orang berskil dari kebanyakan orang, tetapi setiap orang dapat menari dan bernyayi dengan bagus, dan semuanya memilih weaving sebagai sebuah pekerjaan untuk mengisi aktivitasnya.

Sudut pandang Anang ini, yang mana rasa untuk memberi sama dengan waktu lahir, perbedaannya sangat kontras dengan sudut pandang Basongye, yang mana mengatakan bahwa kemampuan musik merupakan hal yang benar-benar tidak diwariskan. Meskipun masyarakat Basongye menganut sistem patrilineal yang kuat, pewarisan akan kemampuan musik dapat datang dari keduanya lewat ayah maupun ibu. Jika kedua orangtua merupakan musisi itu adalah hal yang benar-benar sesuai, jika tidak, anak itu akan diwarisi kemampuan dan akan menjadi seorang musisi. Negatifnya, beberapa individu akan mendapatkan kemampuan bermusik musik yang jelek, hal ini dapat dijelaskan oleh Basongye atas dasar mereka tidak mempunyai musik tengkorak. Hal yang menyangkut Basongye, ada konsep utama tentang “pemberian” individual yang memiliki talenta datang dari pewarisan; konsep ini sangat sama dengan konsep kita di dunia Barat.

Konsep ini ada karena adanya keterkaitan yang kuat dalam musik dengan keterkaitan masyarakatnya, bantuan masyarakatnya, setidaknya untuk membedakan siapa yang berhak atau tidak untuk menjadi seorang musisi, atau siapa yang berhak atau tidak untuk berada dalam lingkungan ini. Sejauh ini, dampaknya bagi musik dengan masyarakat; diantara Anang, dapat diperkirakan bahwa sumber potensialnya dari masyarakat yang dapat menggambarkan keuntungan dari seorang musisi lebih besar daripada masyarakat Basongye dimana jumlah musisi benar-benar sedikit dengan konsep pewarisan individual tentang “talenta”. Masyarakat, memiliki tanggung jawab yang berbeda, dan itu kelihatannya masuk akal untuk mengasumsikan bahwa konsep telah langsung dan terbagi lewat gambaran musik secara umum dalam grup sendiri.

Ketika ilmu bahasa etnomusikologi mengkaji ini, subjek ini memberikan kami penjelasan yang lebih daripada loyalitas untuk membedakan antara musik dan bukan musik, ini tidak ekstensif, dan apa yang terlihat tersedia untuk Afrika lebih dari wilayah lain di dunia di luar Barat. Thurow, sebagai contoh, mengatakan Baoule sebagai bagian dari Ivory Coast bahwa meskipun individual merupakan hasil dari talenta yang spesial untuk memberikan tehnik nilai seni, kenyataannya setiap pria yang merupakan bagian dari masyarakat melatih beberapa ritual agama yang spesial atau skil yang bernilai seni. Alakija, yang menyatakan afrika secara umum, mengatakan bahwa “Afrika merupakan tempat yang melahirkan musisi. . .Saya telah sering menonoton pertunjukan oleh anak-anak Afrika, dan saya telah mencari bahwa setiap orang dari mereka telah menjadi seorang komposer”. Hal ini mungkin telah mengikuti konsep Anang. Basden, dari ibo Nigeria, melaporkan bahwa “talenta diberikan”, dan Ghebo seorang master drum dari Afrika Barat mengatakan bahwa “ritem yang komplikasi merupakan deskripsi dan orang yang memainkan itu lahir duluan daripada pembuatnya. Di banyak level yang sama, Sinedzi Gadzekpo melaporkan bahwa diantara Ewe dari Ghana, “ skil dalam memainkan prinsip dari drum kelihatannya menjadi beragam, meskipun pada waktu seseorang yang bukan famili dari ahli drum mungkin juga bisa menjadi pemain drum yang berskil”. Nktika memberikan kita informasi yang mudah tentang pemain drum dalam masyarakat Akan: tugas-tugas seorang drumer harus lulus melewati ayah ke anaknya. Hal itu dipercayai bila ayah dari seorang drumer dia mewwarisi keahlian dari ayahnya dan dia harus mempelajari kesenian dengan kesenangan, seperti Akan Maxim bilang “kelahiran tidak pernah di luar musim semi dari rumput alang-alang”… Hal itu mengatakan musim semi adlah sebagai nenek moyang merka, “anak sama seperti ayahnya”… dan memperlihatkan spritualnya secara alami dan disiplin kepadanya,…

Selalu ada kepercayaan tentang nenek moyang drum. Mereka mempercayai bahwa seseorang dilahirkan untuk mencari drumer. Setelah lahir, seseorang akan menunjukan sifat warisannya, pada saat dia diangkat, drumnya dengan jari-jarinya akan menyokong orang-orang yang mengangkatnya.

Dari segi afrika, informasi yang didapatkan hanya sedikit. Melville dan Franses Herskovits melaporkan bahwa di Trinidad “improvisasi tidak mempertimbngkan pengkhususan karunia, beberapa bakat membentuk segala kecerdasan, segala akal”, dan catatan Ouain untuk Vigi bahwa “dari segi umum kemampuan leluhur Tovia, beberapa dari mereka memiliki bakat spesial untuk bernyanyi untuk mereka yang tidak bisa mengajarkan untuk orang lain”. Meskipun kita menganggap digunakan untuk musik Margareth Mead menuliskan di Mundugumor:

Hanya sesekali wanita Mundugumor menjadi jambangan kecil dimana dipakai pengancing wanita di belakang leher mereka saat mereka pergi memancing. Keranjang buatan ini hanya dibuat oleh wanita yang lahir dengan tali pusat yang tewrlilit di kerongkongan mereka. Pria lahir dengan menjadi seorang seniman… mereka bagi siapa yang bisa mengukir figur dari kayu dan akhirnya menjadi flute keramat, perwujudan dari roh buaya di sungai. Laki-laki dan wanita dilahirkan untuk kesenian dan keahlian yang tidak membutuhkan latihan merka hanya memohon, tetapi tak satupun tanda kekurangan dari panggilan mereka dan permohonan mereka akan menjadi pekerjaan yang janggal.

Ciri-ciri dari komentar Mead menekankan kembali perbedaan yang ada di berbagai masyarakat menjadi sesuatu kesenian yang potensional yang dapat diharapkan. Bila Mundugumor mempercayakan bahwa seseorang lahir dengan tali yang terlilit di lehernya memberikan persediaan yang potensial dan bila Basongye menggambarkan anak sebagai musisi, yang bertentangan dengan konsep Anang dimana setiap anak lahir dengan potensi kesaenian dan dampaknya pasti sangat kuat.

Ini sangat sulit untuk membantah pertanyaan yang penting dari pertanyaan ini karena kekurangan inforamsi yang diperlukan, tetapi lebih rasional untuk mengasumsikan bahwa kepercayaan mengenai warisan mungkin bisa dikorelasikan secara luas dengan partisipasai publik secara umum di musik sama dengan kepentingan umum musik di sosial. Terlebih dahulu hanya beberapa pernyataan yang tersedia: demikian Best mengatakan untuk Maori bahwa “hampir seluruh penduduk asli adalah penyanyi”, dan Burrows melaporkan untuk Uvea dan Futuna bahwa karakteristik dari semua nyanyian di kedua pulau adalah karakter masyarakat. Nyanyian solo memimpin sampai akhir reffrein atau menyela-nyelai bagian-bagian, pernyataan lain menyebutkan, tetapi sama sifat secara umum, lebih penting, bahwa informasi sosial menyediakan fakta-fakta mengenai pewarisan kemampuan musikal.

Masalah umum yang sangat penting dari musik diberikan secara luas kepada masyarakat adalah karena tidak dibicarakan sesuai dengan tata bahasa, lebih dahulu sesuatu yang menggiurkan dipenuhkan. Nicholas England (ahli komunikasi pribadi) melaporkan bahwa di perkemahan afrikan Bushmanselalu ada kegiatan musik belangsung, dan ini benar dari pengalamanku sendiri di tempat kemah orang kecil di Ituri Forest di Kongo. Di sisi lain kesan-kesan di Basongye sungguh berbeda, meskipun mengadakan gagasan bahwa musik yang terus-menerus terjadi di seluruh masyarakat afrika. Di antara Basongye, secara harafiah hari-hari dapat berlalu tanpa aktifitas musik atau yang lainnya dan itu tapi suatu acara yang terjadi dengan waktu yang relatif pendek membentuk penampilan musik: di awal upacara terlihatnya bulan baru, berhubungan dengan kesuburan desa dan perlindungan. Timbulnya latihan musik tidak bs dijadikan pengukur secara eksklusif tetapi penting untuk masyarakat, paling tidak memberikan petunjuk.

Berbicara tentang Plains Ponka, Howard dan Kurath mencata bahwa “yang terpenting dari tarian dan upacara di kehidupan Plains Indian sangatlah meremehkan beberapa antropologi Amerika. Tarian dan kegiatan upacara (termasuk musik) mengisi beberapa senggang waktu di Plains Indian, dan mungkin itu angat aman untuk mengatakan bahwa ketiga atau lebih dari tahun Ponka digunalan untuk mempersiapkan atau berpartisipasi dalam kegiatan. Sekalipun berbicara tentang instrumen musik daripada suara musik, laporan Mead dari New Gunea Mundugumor adalah mengenai:

Tentang flute keramat ini, tali turun-temurun, kebanyakan untuk wanita, flute ini terdiri dari semua keahlian artistik dari pemahat terbaik dan menghargai barang-barang berharga dari seluruh kelompok yang menghambur-hamburkan, adalah pusat dari kebanggan Mundugumor. Di tanah mereka, rumah mereka, posisi mereka yang bebas, mereka peduli, boros dan sangat bermurah hati. Mereka bukan orang yang tamak, tertarik untuk menimbun posisi.

Mead telah menyumbangkan informasi tentang Tchambuli di New Guinea, membicarakan kesenian secara umum.

Seperti suku Arapseh menciptakan pertumbuhan makanan dan anak-anak sebagai bagian dari petualangan kehidupan mereka, dan suku Mundugumor menemukan kepuasan didalam bertarung dan persaingan mendapatkan wanita, suku Tchambuli mungkin berkata untuk mengutamakan hidup untuk kesenian. Setiap manusia adalah seorang seniman dan kebanyakan manusia tidak hanya memiliki kemampuan dalam satu bentuk kesenian saja, namun banyak; dalam hal menari, memahat/mengukir, merangkai, melukis, dan lainnya. Setiap manusia memiliki pengaruh besar dengan peranannya terhadap kelompoknya, dengan pengembangan terhadap kebiasaannya, keindahan dari topeng miliknya, kemampuannya bermain suling, penyelesaian dan kegembiraan upacaranya, dan diatas pengakuan dan penilaian dari orang lain pada penampilannya.

Tapi, Tchambuli menentukan sendiri kerumitan utama mereka, pola kehidupan sosial dengan cermat, siklus ritual dan tarian mereka yang tak terbatas, sorotan penampilan luar mereka dari hubungan timbal balik mereka . . . Deskripsi tentang teori dari pemikiran adanya Utopia . . . (1950: 170, 183)

Mead melaporkan juga, pada kesenian di Bali, menghubungkan mereka kepada kebudayaan besar dan berdasar pada sistem pribadi, juga kepada hubungan dengan kumlah dari perhatian yang diberikan mereka.

Namun di dalam masyarakat seperti Bali, dimana tidak semua energi dari jumlah manusia yang luar biasa itu tertumpu pada makan dan minum, tidur dan bercinta, namun juga kepada kesenian, anak-anaklah yang membawa perubahan. Keperluan pribadi untuk membesarkan anak tidaklah semudah kelihatannya, namun sebagai gantinya, terdapat area dibawah dorongan dan area terlalu banyak dorongan dimana begitu mengikuti pola untuk memajukan organisme, memikirkan kebutuhan lainnya daripada makanan dan minuman dari sex. Satu dari kebutuhan spesial yang dikembangkan pada anak-anak Bali adalah kebutuhan sebagai perlambang aktivitas–memainkan sebuah alat musik, membuat rancangan persembahan, . . . atau menonton sebuah penampilan . . . seseorang mungkin membentuk kebudayaannya, seperti masyarakat Bali telah berhasil, sehingga ada jawaban simbolis untuk semua kebutuhan, dimana semua telah terpola pada pertumbuhan anak. Anak kecil mungkin telah diajari untuk mengetahui rasa takut dan kegagalan, kepahitan dari sebuah penolakan dan kesepian yang kejam dari jiwa yang sangat muda, dan lagi, bertumbuh untuk menjadi seorang dewasa yang memiliki sifat riang dan lincah, karena, untuk setiap tekanan dari urutan cerita yang mana telah terjalin atau bersatu dalam relung jiwa anak-anak, kebudayaan memiliki sebuah perlambang hiburan yang lengkap. (1940a: 343, 346)

Sebuah perkiraan mengenai perbedaan penekanan kesenian pada masyarakat Bali, dicetuskan oleh Colin Mc Phee, yang menekankan sebuah macam konsep tentang musik dalam kebudayaan yang amat sangat berbeda dengan kebudayaan dunia Barat. Dia menulis:

Manfaat utama dasar dari musik ini . . . mengutamakan sebuah pemikiran, sebaliknya berbeda dari kita,–musik itu mungkin adalah sesuatu yang mana tidak untuk didengar terhadap musik itu sendiri . . . Tidak pernah mengharapkannya menjadi pribadi, atau mengandung sebuah perasaan. Pada sebuah ritual, penampilannya sama pentingnya dengan wewangian, bunga, dan pemberian . . . Disini, pemerintahan musik dibutuhkan untuk sebuah lamanya waktu, tidak lebih. (1935: 165-66)

Pandangan ini tampaknya mendukung teori Mead, ketika dia menambahkan “kesenangan terhadap seni peran dibandingkan didalam permainan, dengan cara apa musik dimainkan dibandingkan di dalam musik, . . . adalah dasar masyarakat Bali dan tergantung, tentu saja, pada karakter masyarakat Bali, dengan keasyikannya dengan kegiatan untuk kepentingan pribadi dan pelajaran penghilangan klimaks dan pengenalan.” (1941-42: 83)

Ini adalah pengecualian tentang pandangan sekilas terhadap masalah utama yang hampir tidak tersentuh pada etnomusikologi. Mungkin pentingnya tentang bagaimana sebuah masyarakat memandang musiknya, luasnya keikutsertaan, seberapa banyak waktu dan perhatian diberikan padanya, dan tahapan untuk menyatakan itu adalah penting, semua adalah konsep tentang keadaan kemungkinan terjadinya pembentukan musik dalam setiap masyarakat.

Berhubungan dekat dengan masalah ini adalah konsep ukuran yang terbaik terhadap kelompok pertunjukan. Ditambah lagi, tulisan yang berhubungan dengan itu sedikit jumlahnya, namun itu semua dapat diketahui dengan jelas bahwa konsep adalah sebuah pegangan, dan alasan-alasan itu diberikan untuk mempertahankannya.

Berkaitan dengan Basongye, perbedaan konsep tergantung pada jenis musik yang ditampilkan. Inti dari kelompok musik selalu ternyata dalam sebuah kombinasi tiga orang: satu orang bermain lunkufi, atau gendang bercelah; satu orang bermain lubembo, atau lonceng ganda; satu orang bermain esaka, atau gemerincing; dan tergantung pada musik tertentu, satu, dua, atau terkadang ketiganya bernyanyi. Musik yang sesungguhnya keluar dari kelompok ini, yang mana adalah terbaik bagi masyarakat Basongye, dan bagian dari sifat alami. Walaupun pada kasus itu, ukuran dari kelompok diizinkan untuk suatu keberagaman, sebagai contoh, dalam lagu-lagu anak muda atau dalam nyanyian sosial, informan lebih suka menyetujui apa yang menjadi ukuran bagi kelompok untuk membuat penampilan terbaik. Basongye memberikan patokan bentuk:

7 minimum dan optimum 15 maksimum

5 minimum 8 maksimum dan optimum

5 minimum 7 maksimum dan optimum

Sebagai gambaran kepada kelompok optimum, cenderung untuk menyetujui dengan erat, maka lakukan pemberian alasan untuk itu. Masyarakat Basongye mengatakan bila terdapat jumlah penyanyi yang sedikit dibanding dengan jumlah minimum, kelompok itu tidak dapat didengar dengan jelas; di sisi lain, apabila jumlah maksimum melampaui batas, lagu itu akan menjadi kacau, karena pasti ada beberapa orang yang bukan merupakan penyanyi yang baik. Pertanyaan tentang sosok yang membuat bising dari suara yang kacau; keduanya terdengar dengan jelas di dalam kelompok bernyanyi Basongye. Namun pemusik hampir selalu menciptakan kualifikasi yang lebih baik, dan karena inilah, mengapa jumlah yang optimum harus selalu merupakan penyanyi pilihan mereka.

Suku Indian Flathead membuat sebuah penilaian yang kontras terhadap jumlah yang tepat bagi kelompok penyanyi. Bagi mereka, konsepnya adalah “lebih banyak penyanyi, lebih baik.” Terdapat beberapa alsan untuk ini. Ada pandangan praktis ketika terdapat sebuah jumlah yang besar terhadap penyanyi, kesalahan jadi tidak terdengar. “Ya, hal itu akan menjadi lebih baik, memiliki lebih banyak orang. Lalu nyanyiannya akan berujung baik; bekerja dengan baik. Mungkin hanya satu atau dua orang saja yang akan mengacaukan. Nyanyiannya akan terdengar bagus.” Lebih lanjut, penyanyi memiliki prinsip bahwa bernyanyi adalah kegiatan yang memerlukan kegiatan jasmani: “sangat sulit ketika kau sendiri; kau memerlukan pertolongan untuk mempertahankannya.” Akhirnya, ada beberapa perkiraan pada bagaian Fletched, bahwa dalam menyanyikan lagu itu, yang memberi penyanyi kekuatan untuk menerima beberapa batas kemauan. Lebih banyak penyanyi, lebih manjur lagunya.

Fletcher dan LaFlesche mencapai beberapa penyelesaian serupa tentang kelompok penyanyi pada masyarakat Omaha, tercatat:

Beberapa lagu Indian jarang dinyanyikan solo. Hampir semua dinyanyikan oleh sebuah grup, yang kebanyakan oleh seratus atau lebih pria dan wanita. Jumlahnya tidak hanya menguatkan suara, tapi juga memanfaatkan jarak. Seorang penyanyi akan sering kali goyah dari pitch dasar, namun ketika dibantu oleh seorang teman atau lebih, karakter suara disaat pergantian dan pitchnya akan bermanfaat oleh kesatuan suara. (1911 : 374)

Berbicara tentang jenis spesifik dari nyanyian masyarakat Apache, McAllester menulis :

[Penyembuhan] ditampilkan pada sebuah kumpulan besar, yang besarlah yang baik bagi seorang tabib, dan bagi semua yang mengetahui nyanyiannya dapat bergabung. Ada pemain gendang, penari, dan banyak penonton. Keseluruhan komunitas, pria, wanita, anak-anak, dan anjing hadir. Semua berpartisipasi, hanya untuk yang berada di sana. (1960: 469-70)

Dan akhirnya, Handy mencatat tentang masyarakat Kepulauan Marqueseas:

Kebanyakan nyanyian tercipta di dalam kelompok, terkadang dicampur, atau terkadang keseluruhan dari satu atau jenis kelamin yang lain–dengan kata lain, nyanyian penduduk asli . . . adalah nyanyian rakyat. Satu-satunya nyanyian individual setahu saya, disamping dari penampilan solo dari pemimpin kelompok penyanyi, adalah nyanyian mantra-mantra pribadi . . . dilaksanakan oleh pendeta pemimpin ritual. (1923: 214)

Jumlah dari kelompok penampil adalah sebuah konsep penting yang jelas, namun tidak pada semua masyarakat. Keberagaman itu tergantung pada macam musik ketika ditampilkan, dan mungkin saling berhubungan erat dengan aspek lain dari musik seperti kepentingan dan keefektifannya kepada masyarakat; mungkin hanya mencerminkan peraturan masyarakat itu secara keseluruhan.

Jika perbedaan terjadi antara musik dan bukan musik, antara individual dan bakat umum, dan pandangan terhadap jumlah orang yang terdiri dari kelompok penyanyi optimum–dan bila musik adalah pembeda terpenting dari masyarakat ke masyarakat lainnya–sangat jelas bahwa terdapat sebuah koneksi antara semua konsep ini dan ide-ide tentang sumber dari musik sebagai gambaran. Sebuah perbedaan haruslah tercipta di luar, antara sumber utama, dimana musik berasal, dan sumber dari mana individual menggambarkan material spesifik musiknya. Itulah, sumber utama musik atau macam spesifik musik yang mungkin berasal dari penciptaan dewa. Misalnya, ketika nyanyian di masyarakat yang sama mungkin diperoleh melalui pengadopsian.

Terkadang mengejutkan, ketika menemukan terdapat beberapa, yang kelihatan hampir tidak tersedia, jumlah keyakinan terhadap dasar terpenting dari musik, walaupun dari jenis khusus pada musik, alat musik, atau nyanyian individual adalah seringkali ditemukan secara kebetulan pada etnomusikologikal dan catatan etnografi. Berkaitan dengan masyarakat Basongye, terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah itu datang secara langsung dari Efile Muluku, atau tidak langsung melalui perantaraan pahlawan kebudayaan, Mulopwe. Suku Indian Flathead menganggap segala musiknya akhirnya–paling tidak dalam “hari tua”–kepada pencarian, namun itu lebih kepada nyanyian individual daripada musik itu sebagai sebuah aliran. Berpidato terhadap Pueblo of Sia di New Mexico, Leslie White melaporkan bahwa “lagu dan ritual untuk setiap kreasi jika mereka menciptakannya.(1962: 115-62), hal itu menunjukkan asal-usul sebuah kepercayaan gaib.

Lebih lagi bentuk dapat diperoleh dalam penghargaan kepada asal-usul dari jenis spesifik musik atau alat musik; kami memiliki catatan terkemuka dari J. T. John, laporan tentang asal-usul xylofon dan standar nada pada Sierra Leone dari nyanyian seekor burung. Bersama dengan itu, Ashanti menghubungkan asal-usul suara gendang terhadap burung tertentu. Rattray mencatat:

Kokoyinaka adalah seekor burung hitam cantik yang sering dijumpai di hutan . . . Kicauannya seperti not pada gendang. Itu adalah totem setiap pemain gendang, mereka mengklaim sistem keanggotaan dengan burung itu, dan tidak akan memakan dan membunuhnya. Kicaunya kira-kira seperti: kro kro kro kro ko kyini kyini kyini kro kyini ka ka ka kyini kyini kyini kyini ka. Ashanti mengatakan, dari situlah mereka belajar bunyi gendang. (1923: 279, Catatan 2)

Hampir semua cerita, bagaimanapun, menghubungkan satu asal-usul terhadap hal-hal gaib, atau paling tidak bersumber pada manusia perkasa. Keterangan Mockler-Ferryman di tahun 1892 menghubungkan satu bentuk musik pada masyarakat Asaba di Nigeria kepada roh-roh hutan.

Orang-orang Asaba mengatakan bahwa musik pertama kali dibawa ke daerah mereka oleh seorang pemburu bernama OrgardiƩ, penduduk asli Ibuzo. Ketika dia kembali dari sebuah ekspedisi dalam mencari permainan besar. OrgardiƩ telah kehilangan arah di dalam sebuah hutan lebat, kemudian dikejutkan ketika mendengar suara musik yang berasal dari pesta roh-roh hutan. Dari tempat persembunyiannya, OrgardiƩ berhasil mendengar dan melihat dengan jelas untuk membuatnya mengingat gerakan langkah dari tarian tersebut, serta musik dari lagu yang dinyanyikan ; dan ketika dia kmebali ke desanya, dia mengajari orang-orang di desanya tentang musik ini, yang disebut Egu olo. Melihat Ibuzo, musik adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat Araba . . . setiap tarian atau nyanyian baru dipercayai diperdengarkan pertama kali oleh si pemburu ketika ekspedisi meseka di dalam hutan, dan berasal dari roh-roh hutan.

Adele Madumere melaporkan bahwa “masyarakat Ibo percaya bahwa beberapa musik benar-benar dihasilkan dari suara mereka dan dimainkan oleh nenek moyang dan roh-roh orang mati. Dengan pandangan ini, banyak lagi dinyanyikan dan dimainkan dengan penuh konsentrasi dan kerendahan hati.

Dari daerah Wagawaga, yang merupakan daerah jajahan Inggris di New Guinea, C. G. Seligman memberikan terjemahan besar tentang kisah yang terdapat pada asal-usul gendang.

Zaman dahulu kala, tidak ada gendang si Wagawaga. Namun orang-orang yang tinggal di bawah tanah memiliki gendang yang bagus, untuk memberikan tempo pada tarian mereka.

Ketika seorang pria pergi berburu, dan tersesat jauh dari rumah. Dia bermaksud kembali ketika tiba-tiba mendengar suara yang teredam datang dari bawah tanah. Dia menemukan jalan ke perut bumi, dan mengikuti sumber suara hingga akhirnya sampai kepada dua orang yang memukul gendang, lalu dia meminta kepada satu dari mereka untuk meminkamkan gendangnya. Pemain gendang menyetujui, namun pria Wagawaga kabur dengan diam-diam dan berlari dengan gendang di tangannya secepat yang dia bisa menuju Wagawaga.

Kemudian, pemain gendang menyadari bahwa gendang mereka telah lenyap, lalu mereka naik ke permukaan dan melihat pria dari Wagawaga itu sudah lari tidak berapa jauh. Mereka mengikutinya, tapi tidak menyergapnya, lalu berbalik sebelum mencapai Wagawaga. Sekarang, ketika seorang pria pulang ke rumah, dia menggantungkan gendangnya di rumah, dan di kemudian hari, ketika ketika pria di dunia bawah telah tertidur, dia kembali dan mencuri beberapa banyak gendang dan membawanya ke Wagawaga.

Kemudian, manusia menirunya dan menggunakan gendang itu untuk menari sesering mungkin. (1910: 385)

Gambaran umum dari hubungan yang sangat antara musik dengan supranatural.

Secara umum bisa dimasukkan dalam musisi. N Ketia mengatakan bahwa :

Pemain drum dalam permainan drum disebut pemain drum pencipta…atau pemain drum yang hebat….dia sangat dekat dengan kekuatan nenek moyang yang dia tuju. Pemain drum pencipta dekat dengan alam. Sesuai dengan pandangan dunia yang diadakan alam, dia berlatih untuk objek kekuatan penciptaan dari komponen drum yang diperolehnya…Dia juga memanggil yang tertinggi , kepada semua pencipta, seperti Tuhan, penyihir, leluhur dan lain-lain, yang mampu membantu pejerjaannya atau kesejahteraannya.pemain drum dalam bermain drum menyebut dirinya sendiri pemain drum pencipta karena seperti yang dia katakan dalam permainan drumnya, dia diantara orang-orang penting.

Hubungan yang dekat antara musisi dengan supranatural secara serupa dikatakan oleh Rattray dalam berbicara Ashanty : “ Banyak ashanty berpikir bahwa orang dibulan adalah pemain drum : anak-anak diingatkan untuk tidak melihatnya dengan jarak yang jauh, mereka seharusnya melihat nya memainkan stick drumnya di atas drum , ketika dipikirkan maka mereka akan mati” .(1954 : 36,39).

Ketika kita kembali pada yang paling pokok dari musik, keaslian nyanyian perseorangan sebagai hubungan kepada penyanyi individu, gamabaran ini menjelaskan sesuatu. Ada tiga sumber yang bisa diciptakan alat musik yaitu : dari supranatural atau orang –orang yang luar biasa, melalui komponen alat musik, dan dengan pembajakan. Itu muncul karena tidak semua pengakuan masyarakat terhadap yang tiga itu palin tidak ada sumber-sumber potensial, meskipun menekankan bahwa salah satunya juga termasuk didalamnya.

Diantara komposisi individu basongnye, tidak ada yang penting dari sumber musik, pada kenyataanya tidak ada individu yang akan mengakui beberapa kreativitas, meskipun itu diterima secara hipotesis. Salah satu alasan yang tersembunyi pada sikap ini adalah sebuah ide umum yang mungkin bisa diberi nama konsep secara “normal”. Itulah sebabnya, tidak ada orang musongye yang berharap untuk menjadi orang-orang yang menojol didalam kelompok yang memberi ciri kepada hidup orang basongye. Salah satu yang mencurigakan pada seorang yang bisa makan sendiri; tidak hanya memikirkan cara-cara yang burk ini, tidak terlalu ramah, dan upnormal, tetapi individunya juga yang dicurigai memiliki kekuatan supranatural diluar kemampuan, atau mungkin mereka seorang penyihir. Pada sisi positifnya, prinsip perhitungan normal untuk kekuatan basongye bersikap bahwa pernikahan harus pasangan yang cocok. Oleh sebab itul, orang yang gemuk harus meniakah dengan wanita yang gemuk, atau laki-laki yang tinggi harus dengan wanita yang tinggi, tetaoi laki-laki yang pendek dan perempuan yang tinggi tidak boleh menikah. Pada kenyataannya, masayrakat basongye menawarkan peranan sedikit bisa diterima yang mengijinkan individu menyolok sekali dari orang-orang lain; dianatar mereka, seperti yang akan dicatat kemudian, peranan musisi, bukan peranan pengarang.

Bagaimanapun ada pendekatan yang dibuat kearah untuk menghubungkan komposisi, itu selalu dikatakan musisi yyang melakukan pengarangan, musisi tentu saja mennyangkalnya.

Memberikan fakta bahwa tidak izin dari komposisi musik individu, lagu-lagu harus berasal dari dua sumber yang berlainan. Basongye adalah suka pembajakan, dan bisa mengindikasikan melalui beberapa stuktur alat musik formal yang lagu-lagunya ada pada daftar lagu sekarangtelah dibajak. Ini digabungkan ke batetela, tetangga dekatnya basongye dari utara, dan mereka merubah tetapi merupakan bagian kecil dari total daftar lagu. Itu spertinya pembajakan lagu-lagu lebih sering daripada yang dikonsop oleh basongye, tetapi mereka tetap memelihara agar tidak kehilangan identitas mereka seiring berjalannya waktu.

Ini menunjukkan bahwa supranatural sebagai kemungkinan akhir dari sumber musik, dan ini adalah sumber yang paling pokok dari basongye, meskipun proses guahan yang sebenarnya mengingatkan sebuah pertanyaan. Basongye mengatakan bahwa semua lagu datang secara pokok dari Efile Mukulu (Tuhan), dan itulah alasan untuk eksistensi mereka ynag dengan sederhana mengatakan bahwa Efile Mukulu juga menginginkannya. Basongye percaya pada “kwelampungulu” atau nasib, dan ini termasuk komponen kekuatan takdir. Demikian juga ketika seseorang lahir, Efile Mukulu menuliskan pada sebuah buku (lebih jelasnya sebuah hal yang mengenaia Eropa). Segala sesuatu yang terjadi kepadanya selama masa hidupnya . catatan ini juga menjelaskan setiap hidupnya secara mendetail. Ketika nasib seeorang dinyatakan bahwa sebuah lagu akan tercipta, perseorangan akan menyayikan lagu itu: proses ini menjelaskan sebagai sebuah tindakan Efile mukulu melalui beberapa individu. Ini berarti penciptaan menuju orang luar seperti kepada basongye; ketika pengarang menyanyikan lagu yang dia tuntut harus dikembangkan dengan segera, Basonye menunjukkan kemampuannya untuk melakukan apa yang menjadi keinginan Efile Mukulu dengan tepat waktu itu harus ditekankan kembali, bagaimanapun , meskipun mekanis individu masongye tidak hanya menolak untuk mengakui komposisi pribadi , yang berllawanan dengan kepercayaannya, tetapi juga menolak untuk mengakui keberadaan Efile Mukulu dalam penciptaan sebuah lagu. Dengan demikian pengaruhnya, meskipun sebuah komposisi mekanis adalah sebuah bagian dari kepercayaan Basongye, hanya menunjukkan kemungkinan untuk penyerapan lagu-lagu baru kepada daftar-daftar lagu melalui pembajakan. Mekanis lainnya harus berlaku: tidak dapat dibayangkan apabila musisi, khususnya, yang tidak menciptakan musik yang baru, dan salah satu cara ini mungkin dikembangkan dengan melaui improvisasi yang merupakan bagian terpenting ddari sebuah musik gambang sebagai contohnya. Tetapi apa yang menjadi konsep basongye dalam sumber-sumber musik mengijinkan apa yang muncul menjadi jumlah yang luar biasa dari kreatifitas yang diakui. Implikasi yang kokoh, untuk masyarakat yang menganut beberapa kepercayaan yang berganti pada musik harus dipelihara kurang lebih pada masyarakat yang tempatnya menekankan pada kreatifitas individu. Dengan demikian, konsep dari sumber musik bergantung pada kepentingan gambar musik luas dari masyarakat.

Orang dataran Indian menerima kemungkinan dari tiga sumber diatas, dan konsep mereka disususun pada beberapa cara untuk mengijinkan kepada beberapa kelenturan dalam musik daripada dianatara bangsa basongye. Komposisi musik untuk individu untuk orang dataran tidak ada kepentingan khusus, setidaknya adasebuah proses pengakuan, meskipun beberapa individu mengijinkan untuk mengubah lagu yang baru. Pembajakan adalah sebuah kenyataan dan diakui sebagai suber dari alat-alay musik , dan orang-orang dataran menjukkan lagu yang dibajak, dari sebuah variasi tetangga, Blackfeet, Kootenai, Coeur D’Alene, Cree, Chippewa, Shosone, Nez Perce, dan Snake. Seperti lagu yang kadang-kadang diakui oleh keganjilan gaya bahasa, tetapi lebih sering karena waktu dan tempat pembajakan diketahui. Karena diantara basongye, beberapa lagu dibajak oleh orang dataran untuk memelihara identitas mereka dan menjadi penyangga kedalam apa yang yang dipertimbangkan musik dataran.

Sumber musik ketiga untuk orang dataran dirasakan jauh lebih penting dan lebih alami. Ini dari unsur supranatural melalui sebuah agen penyelidikan. Semua lagu dibuat menjadi “benar”. Lagu orang dataran dipertimbangkan memiliki keaslian dari sumber ini. Kita akan berbicara lebih jauh tentang masalah ini pada hubungnnya dengan pembahasan pengarang dan proses komposisi, tetapi mencukupi dalam poin ini bahwa orang dataran percaya pada cara spesifik dari unsur supranatural yang muncul pada pemberian waktu dan pemberian cara pada visi tersebut.

Sebagai persoalan dari penyelidikan pada budaya plains indian telah disimpulkan oleh Benedict(1922) dan tidak membutuhkan penjelasan, dalam hal ini menyimpan catatan lagu yang selalu diamainkan pada sebuah bagian yang menonjol. Demikian Densmove, untuk Ute yang di utara (1922), Pawnee (1929) dan Teton Sioux( 1918). Laporan pada pengalaman dari penyelidikan lagu, dan laporan yang sama dibuat diantara yang lainnyaoleh Flaneery untuk Gros Ventres (1953), fletcher dan Laflesche untuk Omaha (1911), Lowie untuk Assiniboine (1910), dan Wissler untuk Blackfeet (1912). Pada situasi yang sama tidak seperti penyelidikan, dilaporkan oleh Elkin untuk Songman di Australia (1953), dan contoh yang lain juga ditemukan pada literatur.

Instansi pembajakan yang sebenarnya tidak terlalu sering, meskipun saru atau dua bisa disebutkan. Pemerataan untuk semua Melanesia, Albert Lewis mengatakan “lagu baru juga diperkenlakan dari daerah-daerah yang lain, dan wisatawan sering membawa lagu-lagu asing, yang mereka ajarkan pada orang-orang didesa lainnya.”. (1951:169). Charles Lange melaporkan untuk New Mexico Pueblo OF Chociti bahwa “untuk memperoleh lagu baru, seseorang bisa pergi kedesa lain, atau suku-suku lain dan mengingat lagu yang ia dengar disana” (1959: 311). Instansi yang lebih lanjut disebutkan pada hubungannya dengan pembajakan mekanis sebagai pengaruh dari proses penyebaran dan akulturasi.

Satukonsep lagi mengenai sumber-sumber musik harus dicatat disini:mengenai Yirkalla Of Arnhem Landa di Australia, sebagai observasi oleh Waterman (1956). Yirkalla menafsirkan beberapa anak bayi “mimik berkata-kata yang tidak layak” sebagai “wahyu dan rahasia nyanyian sakral “ dan ini digandeng dengan konsep lagu temuan. Waterman berkomentar bahwa “….tidak ada ciptaan atau kreasi lagu pada Yirkalla, hanya penemuan. Sebuah nyanyian sakral berdasarkan pada omongan kekanak-kanakan betul-betul dipertimbangkan sebagi nyanyian kuno. Ide secara tidak lansung yang semua lagu mungkin ada dan hanya ditemukan keselarasan yang lengkap dengan sikap orang pribumi secara umum terhadap inovasi dan waktu”(p.41, note 1). Pada kasus ini sebagai bagian dari bangsa basongye, kreativitas individu ditiadakan, untuk eksistensi individu dihitung pada masa lain daripada hubungan terhadap aktivitas manusia. Saat Basongye menganut kepercayaan bahwa Efile Mukulu secara konstan menciptakan lagu , Yirkalla menggunakan sebuah konsep yang ada sebelumnya dari tubuh musik yang ditemukan.

Konsep orang-orang yang mempercayai mengenai sumber-sumber dari musik mereka adalah yang paling membentuk sebuah sistem musik.sumber alternatif yang paling sering-unsur supranatural, kreativitas individu manusia, atau pembajakan ditekankan kepada tingkat yang paling besar atau yang paling kecil, dan penekanan khusus diberikan pengaruh tidak hanya sumber potensial suara musik yang digunakan, tetapi bentuk kreatifitas, perubahan gaya, dan aspek musik lainnya.

Satu lagoi konsep yang menarik yangharus dilakukan baik pada musik itu sendiri, atau emosi produser. Kita akan memiliki kesempatan untuk membahas pertanyaan ini dalam mempertimbangkan musik sebagai sebuah perwujutan estetis, tetapi juga harus dibahas diatas. Refrensi tidak dibuat kepada fungsi musik seperti biasanya, tetapi lebih kepada tingkat produser musik dalam menyusun musik sebagai sesuatu yang bisa menimbulkan emosi, baik bagi produser taupun kepada pendengar. Kebanyakan tidak ada yang bisa mengumpulkan dari literatur etnomusikologi mengenai masalah ini, dimanapun emosi dibahas pada hubungannya dengan musik itu sendiri. Itu dipertimbangkan dari penelitian para peneliti daripada para peserta.

A.B.Ellis, sebagai contoh, pembicaraan dari This of the them-Gold Coast, menuliskan “…..emosional yang dikenal sebagai pengaruh dari musik…”(1887: 326) tetapi tanpa membuat tanda yang spesifik. Elsdon Best mencata Maori : “untuk orang ini dibuat beberapa kegunaan lagu agar mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka “ (1936: 207). Nyanyian digunakan di Futuna un tuk mengekspresikan emosi yang sakral (1936:207). Secara lansung burrows, dalam membahas fungsi dari musik di Tuamotus, dicatat beberapa fungsi dengan jelas dinyatakan oleh data yang telah diberikan berpendapat bahwa :

  1. stimulasi dan ekspresi emosi pada penampil, dan menanamkannya pada pendengar. Emosi bisa dari yang berhubungan dengan agama, sebagai lagu gereja dan nyanyian kudus burung merah.: gerakan gembira; kegembiraan seksual dan variasi emosional lainnnya di dansa; pengagungan lagu gereja; menggeparkan keteguhan hati dan kekuatan, sebagai pemeriahan lagu gereja; dan lainnya yang pasti……….

Yang mendasari semua tingkat yang besar atau kecil adalah fungsi umum dari stimulasi, eksprersi dan pembagian emosi…sesuai dengan cara berpikir orang pribumi, sesuatu lebih dari emosi yaitu,mana atau kekuatan supranatural-disebutkan pada jampi-jampi; tetapi tidak dari sudut pandang orang Eropa fungsi sebenarnya yang ditunjukkan masih menanamkan Emosi.(1933;54-56)

Pada konteks yang lain, Burrows menuliskan “dalam penjumlahan, pengumpulan lagu mengindikasikan bahwa bahwa nyanyian di Uvra dan Futuna bisa mengekspresikan dan menstimulasikan emosi yang dibagikan oleh sebuah kelompok, sebuah rumah tangga, kelompok kerja, atau seluruh kerajaan “ (1945: 79)

Diantara Basongye, dinyatakan bahwa musik itu sendiri, dipisahkan dari konteks budayanya, memiliki kapasitas untuk mengendalikan emosi, tetapi seperti yang akan dibahas kemudian lebih detail, ada fakta sebuah anggapan yang diragukan. Bagaimanapun, musisi pada persetujuan khusus dengan suara bulat pada tiga hal mengenai emosi ketika pertunjukan individu. Pertama, tindakan dalam pembuatan musik menyebabkan musisi itu merasa senang. Kedua, musisi harus selalu berpikir keras mengenai apa yang dikerjakan, baik secara individual maupun hubungannyadengan apa yang dilakukan oleh musisi ensambel lainnya, dan ini bisa mengesampingkan emosi spesifik lainnya daripada kesejahteraan umum. Ketiga, musisi harus menyadari fakta bahwa saat pernyataan membuat musik adalah salah satu yang paling menyenangkan, yang bertentangan dengan emosi mungkin disebabkan oleh situasi pada saat pembuatan musik. Demikian juga halnya pada saat pemakaian, musisi senang menunjukkan musiknya, tetapi pada saat yang sama akan merasa sedih.

Pernyataan jenis ini bisa mengkontribusi ilmu kita, baik pada musisi maupun para penonton yang menikmati musiknya, pembaharuan konsep ini jarang disarankan kecuali menekankan kembali informasi tambahan yang jelas.

Hubungan yang dekat dengan pernyataan ini mengenai emosidan musik adalah salah satu alasan mengapa manusia menciptakan musik, tetapi sekali lagi, poin umum harus dipisahkan dari respon spesifik yang mencurahkan fungsi musik. Basongye memberikan tiga alasan pembuatan musik, salah satu yang paling ditekankan daripada yang lainnya. Pertama orang membuat musik agar senang. Kedua, mereka menciptakan musik untukmendapatkan uang. Ketiga, mereka menciptakan musik karena “Efille Mukulu” mengatakan kepada kita untuk melakukannya. Dari sini, kebahagiaan yang paling sering ditekankan dan kelihatan denagan jelas merupakan hal yang paling [penting sekali. Meskipun yang dimaksud dengan mendapatkan kekayaan kembali diatas kwalitas kesenangan dalam pembuatan musik pada analisis terakhir. Sebaliknya, orang datarn indian berkata bahwa orang membuat musik untuk membantu mereka sendiri: “pada waktu saya dan waktu ibu saya, orang bernyanyi karena mereka miskin dsn nyanyian itu membantu mereka”. Bukan untuk kesenangan maupun keuntungan keuangan yang ditekankan, dan ini jarang disebutkan. Meskipun generalisasi pada beberapa informasiyang tidak lengkap ulit dicoba, perbedaan antara Basongye dan Flathead pada persoalan ini dibahas. Respon alam mengindikasikan beberapa sikap yang lebih lanjut akan dijelaskan pada pemahaman tempat musik pada pemikiran orang lain .

Sekali musik diproduksi, menjadi sebuah kekayaan atau yang lainnya-kekayaan individu dari kelompok khusus, atau mungkin dari kumpulan luas. Jaap Kunsttelah memberikan beberapa perhatian pada masalah ini(1958), dan menyampaikan tiga kategori dalm kepemilikan lagu; “komposisi kepunyaan orang-orang tertentu, komponen yang ditunjukkan oleh hanya satu individu yang diberi, dan komposisi oleh kelompok “.

Jelas bahwa individu memiiki hak untuk komposisi musik pada beberapa bagian di dunia. Pembicaraan dari Melanesia Tengah, dengan refrensi khusus kepada bukti uang, amfat, Bell, berkomentar .

Kepala dansa di Tangan memilki hak yang tidak bisa dicabut pada komposisinya sendiri, dan kepada beberapa lagu lainnnya dan susunan tarian seperti yang telah dia saksikan ditempat laindan dikenalkan kepulau. Meskipun sebuah tarian adalah sebuah urusan umum....tidak ada desa yang menjiplaksebuah komposisi asli. Beberapa biaya Amfat dibayar oleh kepala , dan dia menghabiskan berminggu-minggu didesa penduduk mengajar tarian itu. Tidak ada tarian di Tanga yang nama pengarangnya tidak dikenal. (1935: 108). Elkin (1953: 93) melaporkan kepemilikan yang tidak dapat diganggu gugat untuk penanyi laki-laki australia, dan mungkin dikenal pada literatur kepemilkan oleh orang indian Amerika Utara dari lagu ribadi membuat sebuah penelitian. Apapun yang diketahui membatasi kepemilikan dari sebuah musik oleh kelompok khusus. Pendapat dari Likopia, Norma MC Load berkata :

……..beberapa kelompok penting mengatakan kepada lagu “milik mereka sendiri” atau jenis tarian……seseorang, biasnya kepala dari kelompok family terlibat, akan menduga versi sesungguhnya lagu tersebut dari ingatannya. Demikian hak lagu tesebut tetap pada kepala kelompok…..Hak dari versi “sesungguhnya” dihubungkan dengan keahlian konsep.

Masih kurang diketahui mengenai fakta kepemilikan yang bisa ditransfer baik sesama individu dan sesama kelompok. Wissler melaporkan diatas ikatan tranfer obat, termasuk lagu yang cocok dengan mereka, dari satu orang kepada yang lainnya diantara Blackfeet (1912), dan Benedict menjelaskan konsep penjualan dari ikatan Crow, Arapaho, Hidatsa, dan Winnebago (1912):18). Secara bersamaan Elkin melaporkan bahwa Songman “memilki seni lagunya, tetapi akan memberikan izin dengan imbalan hadiah atau penjualan hak cipta lagutesebut kepada songmen pada suku lain. Ini terjadi pada kumpulan orang inter tribaluntuk upacara dan tujuan ‘perdagangan”. Dia juga melepaskan kepemilikan kepada orang yang lebih muda, ketika kekuatannya sudah mulai melemah….(1953; 93). Margaret Mead mengatakan penjualan kapada kita penjualan tarian yang kompleks dari sesama grup diantara New Guinea Arapesh :

Semua pemasukan dari pantai dikelompokkan kedalam tarian –kompleks, yang dijual dari desa ke desa. Setiap desa, atau sekelompok masyarakat kecil, mengorganisasikan melalui sebuah persipan panjang untuk mengumpulkan kebutuhan babi, tembakau, bulu ayam, dan kulit (yang mengkonstitusikan pertukaran Arapesh) dengan pembelian satu tarian dari desa yang mengarah kelaut yang telah bosan dengan itu. Dengan tarian yang mereka beli menjadi gaya pemakaian baru, sihir yang baru, lagu baru, dan trik hebat yang baru. (1950; 19)

Glady Reichard melaporkan bahwa diantara Nahavo “nyanyian adalah sebuah bentuk kekayaan. Nyanyian milik sendiri untuk mmeninhgkatkan kekayaan, nyanyian jimat dari bintang dalam negeri dan ikatan sederhana yang mencurahkan kepada kelompok famili dalam kesejahteraannya…..Nyanyian, seperti bentuk lain dari kekayaan, bisa ditukar” (1950 :I, 289,290).

Musik kemudiandikonsep sebagai kekayaan yang tidak bisa dihitug pada banyak masyarakat. Seperti, kepentingan ekonomi masyarakat dan, dan bila dikonsep dalam kajian ini akan menghasilkan sebuah aspek dari kepentingan primer kepada investigator yang mencoba memahami posisi musik dalm pikiran manusia yang memilikinya.

Konsep tentang musik adalah dasar dari ahli etnomusikologi yang mencari ilmu tentang sistem musik, untuk mendasri sifat musik semua orang. Tanpa sebuah pemahaman konsep, tidak ada pemahaman yang sesungguhnya mengenai musik.

MENGGAMBAR MODEL

  Pengertian Menggambar Model Model merupakan objek gambar yang menjadi bahan ispirasi dalam kegiatan menggambar model.  Menggambar model ...