Translate

Monday, December 20, 2010

Tari Tradisional Karo

masih diselenggarakan pada acara perkawinan, peresmian rumah dan kematian. Sebagian tari masih popular dalam kegiatan muda-mudi yang disebut 'Guro-guro Aron', yakni sebuah pesta rakyat yang dilakukan menjelang musim tanam padi, ataupun panen. Bahkan tari tradisi ini masih dilaksanakan dalam upacara ritual (kepercayaan lama) bahkan agama baru. Menurut Anton Sitepu, tari tradisi Karo dapat dibagi menjadi dua bagian.



1. Tari Sakral dan Tari Sekular. Tari Sakral adalah tari upacara agama, seperti Tari Tungkat, dan Tari Gundala-gundala. Sedangkan tari Piso Surit, Terang Bulan dan Tari Lima Serangkai adalah tari yang tidak ada hubungannya dengan upacara keagamaan. Sementara tari Komunal adalah tarian yang dilakukan banyak orang untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk dipertontonkan, tapi tidak ada larangan orang hadir untuk menontonnya.

2. Sedangkan tari Guro-guro Aron adalah tari kaum muda-mudi. Setiap orang muda yang hadir akan mendapat giliran untuk menari sesuai dengan kelompok marga yang disandangnya. Tari Komunal Magis ditemui pada upacara-upacara yang berbau magis, seperti Erpangir Kulau, Raleng Tendi dan Perumah Begu yang didalamnya sarat tari-tarian. Sedangkan tari Tontonan adalah tari yang sengaja digarap untuk dipertontonkan kepada orang lain. Seperti tari Piso Surit, Terang Bulan, Roti Manis, Lima Serangkai serangkai yang memang digarap untuk kebutuhan penonton. Namun ada juga yang dikerjakan lebih serius sebagai seni pertunjukan.


 

Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan sebagai tari, meskipun unsure tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.


 

Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam 'musik' atau bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,


 

  • gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya;


 

  • gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya;


 

  • gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau style) dan sebagainya;


 

  • gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan


 

  • gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti ini juga berlaku bagi tarian.


Endek dapat diartikan sebagai gerakan dasar, yaitu gerakan kaki yang sesuai dengan musik pengiring (accompaniment) atau musik yang dikonsepkan pada diri sipenari sendiri, karena ada kalanya juga gerakan-gerakan tertentu dapat dikategorikan sebagai tarian, namun tidak mempunyai musik pengiring. Kegiatan menari itu sendiri disebut dengan landek, namun untuk nama tari jarang sekali dipakai kata landek, jarang sekali kita pernah mendengar untuk menyebutkan landek roti manis untuk tari roti manis atau tarian lainnya. Malah lebih sering kita dengar dengan menggunakan istilah yang diadaptasi dari bahasa Indonesia yaitu 'tari', contohnya tidak menyebut Landek Lima Serangke, tapi Tari Lima Serangke. Landek langsung terkait dengan kagiatan, bukan sebagai nama sebuah tarian.


 

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu

  • endek (gerakan naik turun kaki),
  • jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan
  • tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.


Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim dikenal adalah:


 

  • cak-cak simalungen rayat, dengan tempo lebih kurang 60 – 66 jika kita konversi dalam skala Metronome Maelzel. Apabila kita buat hitungan berdasarkan ketukan dasar (beat), maka cak-cak ini dapat kita kategorikan sebagai cak-cak bermeter delapan. Artinya pukulan gung dan penganak (small gong) sebagai pembawa ketukan dasar diulang-ulang dalam hitungan delapan;


 

  • cak-cak mari-mari, yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat. Temponya lebih kurang 70 hingga 80 per menit; cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit dalam skala Maelzel.


 

  • cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak kelipatan bunyi ketukan dasar dari cak-cak odak-odak, dan temponya biasanya lebih dipercepat sedikit antara 98 sampai 105. Endek kaki dalam cak-cak ini merupakan kelipatan endek dari cak-cak odak-odak.


 

cak-cak gendang seluk, yaitu cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat, yang biasanya dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala metronome Maelzel, kecepatannya bias mencapai 160-an, dan cak-cak silengguri, biasanya cak-cak ini paling cepat, karena cak-cak ini dipakai untuk mengiringi orang yang intrance atau seluk (kesurupan).

Sejarah dan Makna Filosofi Tari Karo

Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan pada kajian folklore, karena tidak ada tanggal-tanggal yang pasti diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada umumnya tari yang unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan upacara-upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan demikian makna dari setiap gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tarinya. Meskipun demikian ada beberapa hal yang terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan mata, endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga mempunyai makna tersendiri.


 

Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:

  • Gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah melambangkan tengah rukur, yaitu maknanya selalu menimbang segala sesuatunya dalam bertindak;


 

  • Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sampaten, yang artinya saling tolong menolong dan saling membantu;


 

  • Gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pe la banci ndeher adi langa si oraten, yang artinya siapa pun tidak boleh dekat kalau belum mengetahui hubungan kekerabatan, ataupun tidak kenal maka tidak saying;


 

  • Gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai mufakat;


 

  • Gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe labanci ndeher, artinya siapapun tidak bias mendekat dan berbuat sembarangan; gerakan tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak, melambangkan beren rukur, yang maknanya menimbang sebelum memutuskan, piker dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna;

  • Gerak tangan kanan dan kiri sampai bahu, melambangakan baban simberat ras menahang ras ibaba, yang bermakna ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Artinya mampu berbuat mampu bertanggung jawab dan serasa sepenanggunan gerakan tangan dipinggang melambangkan penuh tanggung jawab


 

  • Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan ise per eh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, artinya siapapun yang dating jika sudah berkenalan dan mengetahui hubungan kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga (kade-kade).

MAKNA YANG TERDAPAT PADA SISTEM PERALATAN GONDANG SABANGUNAN

A. Pengertian Gondang

Pada tradisi musik Toba, kata gondang (secara harfiah) memiliki banyak pengertian. Antara lain mengandung arti sebagai : (1) seperangkat alat musik, (2) ensambel musik, (3) komposisi lagu (kumpulan dari beberapa lagu), (pasaribu, 1987). Makna lain dari kata ini, berarti juga sebagai menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau orang-orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari (manortor) pada saat upacara berlangsung (Irwansyah,1990).

Gondang dalam pengertian ensambel musik terbagi atas dua bagian, yakni gondang
sabangunan (gondang bolon) dan gondang hasapi (uning-uningan). Gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah dua jenis ensambel musik yang terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan keduanya selalu digunakan di dalam upacara yang berkaitan dengan religi, adat maupun upacara-upacara lainnya.

Sebutan gondang dalam pengertian komposisi menunjukkan arti sebagai sebuah komposisi dari lagu (judul lagu secara individu) atau menunjukkan kumpulan dari beberapa lagu/repertoar, yang masing-masing ini bisa dimainkan pada upacara yang berbeda tergantung permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara untuk menari, termasuk di dalam upacara kematian saur matua. Misalnya : gondang si Bunga Jambu, gondang si Boru Mauliate dan sebagainya. Kata si bunga jambu, si boru mauliate dan malim menunjukkan sebuah komposisis lagu, sekaligus juga merupakan judul dari lagu (komposisi) itu sendiri. Berbeda dengan gondang somba-somba, didang-didang dan gondang elekelek (lae-lae). Meskipun kata gondang di sini juga memiliki pengertian komposisi, namun kata somba-somba, didang-didangi, dan elek-elek memiliki pengertian yang menunjukkan sifat dari gondang tersebut, yang artinya ada beberapa komposisi yang bisa dikategorikan di dalam gondang-gondang yang disebut di atas, yang merupakan "satu keluarga gondang". Komposisi dalam "satu keluarga gondang," memberi pengertian ada beberapa komposisi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama, yang dalam pelaksanaannya tergantung kepada jenis upacara dan permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara. Misalnya: gondang Debata (termasuk di dalamnya komposisi gondang Debata Guru, Debata sari, Bana Bulan, dan Mulajadi), gondang Sahalai, dan gondang Habonaran.

Gondang dalam pengertian repertoar contohnya si pitu Gondang. si lima Gondang atau kadang-kadang disebut juga gondang pargosi (baca pargocci) atau panjujuran Gondang adalah sebuah reportoar/kumpulan lagu yang dimainkan pada bagian awal dari semua jenis upacara yang melibatkan aktivitas musik sebagai salah satu sarana dari upacara masyarakat Batak Toba. Semua jenis lagu yang terdapat pada si pitu Gondang merupakan "inti" dari keseluruhan gondang yang ada. Namun, untuk dapat mengetahui lebih lanjut jenis bagian apa saja yang terdapat pada si pitu Gondang tampaknya cukup rumit juga umumnya hanya diketahui oleh pargonsi saja. Lagu-lagu yang terdapat pada si pitu Gondang dapat dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara terpisah (berhenti pada saat pergantian gondang). Repertoar ini tidak boleh ditarikan.

Kata gondang dapat dipakai dalam pengertian suatu upacara misalnya gondang Mandudu ("upacara memanggil roh") dan upacara Saem ("upacara ritual"). Gondang dapat juga menunjukkan satu bagian dari upacara di mana kelompok kekerabatan atau satu kelompok dari tingkatan usia dan status sosial tertentu yang sedang menari, pada saat upacara tertentu misalnya : gondang Suhut, gondang Boru, gondang datu, gondang Naposo dan sebagainya. Jika dikatakan gondang Suhut, artinya pada saat itu Suhut yang mengambil bagian untuk meminta gondang dan menyampaikan setiap keinginannya untuk dapat menari bersama kelompok kekerabatan lain yang didinginkannya. Demikian juga gondang boru (artinya perempuan yang mendapat kesempatan untuk menari), gondang datu (artinya datu yang meminta gondang dan menari), dan gondang naposo (artinya muda-mudi yang mendapat kesempatan untuk menari).

Selain kelima pengertian kata gondang tersebut, ada juga pengertian yang lain yaitu yang dipakai untuk pembagian waktu dalam upacara, misalnya gondang Sadari Saborngin, yaitu upacara yang didalamnya menyertakan aktivitas margondang dan dilaksanakan selama satu hari satu malam.

Dengan demikian, pengertian gondang secara keseluruhan dalam satu upacara dapat meliputi beberapa pengertian yang berbeda-beda.

B. Istilah Gondang Sabangunan

Banyak istilah yang diberikan para ahli kebudayaan ataupun istilah dari masyarakat Batak itu sendiri terhadap gondang Sabangunan, antara lain: ogung, ogung sabangunan, gordang parhohas na ualu (perkakas nan delapan) dan sebagainya. Tetapi semua ini merupakan istilah saja, karena masing-masing pada umumnya mempunyai pengertian yang sama.

Diantara istilah-istilah tersebut di atas, istilah yang paling menarik perhatian adalah parhohas na ualu yang mempunyai pengertian perkakas nan delapan. Istilah ini umumnya dipakai oleh tokoh-tokoh tua saja, dan biasanya disambung lagi dengan kalimat "simaningguak di langit natondol di tano" (artinya berpijak di atas tanah sampai juga ke langit). Menurut keyakinan suku bangsa Batak Toba dahulu, apabila gondang sabangunan tersebut dimainkan, maka suaranya akan kedengaran sampai ke langit dan semua penari mengikuti gondang itu akan melompat-lompat seperti kesurupan di atas tanah (na tondol di tano). Biasanya semua pendengar mengakui adanya sesuatu kekuatan di dalam "gondang" itu yang dapat membuat orang bersuka cita, sedih, dan merasa bersatu di dalam suasana kekeluargaan.

Gondang sabangunan disebut "parhohas na ualu", karena terdiri dari delapan jenis instrumen tradisional Batak Toba, yaitu taganing, sarune, gordang, ogung ihutan, ogung oloan, ogung panggora, ogung doal dan hesek ditambah dengan odap. Kedelapan intrumen itu merupakan lambang dari kedelapan mata angin, yang disebut "desa na ualu" dan merupakan dasar yang dipakai untuk sebutan Raja Na Ualu (Raja Nan Delapan) bagi komunitas musik gondang sabangunan. Pada masa awal perkembangan musik gondang Batak, instrumen-instrumen ini masing-masing dimainkan oleh satu orang saja.

Tetapi sejalan dengan jaman, ogung oloan dan ogung ihutan telah dapat dimainkan hanya oleh satu orang saja. Sedangkan odap sudah tidak dipakai lagi. Kadang-kadang peran hesek juga dirangkap oleh pemain taganing, sehingga jumlah pemain ensambel itu bervariasi. Keseluruhan pemain yang memainkan instrumen-instrumen dalam gondang sabangunan ini disebut pargonsi dan kegiatan yang menggunakan perangkat-perangkat musik tradisional ini disebut margondang (memainkan gondang).

C. Jenis Dan Fungsi Instrumen Gondang Sabangunan

Gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradiosional Batak Toba, terdiri dari : taganing, gordang, sarune, ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, ogung doal dan hesek. Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan masing-masing instrumen ditinjau dari fungsinya.

1. Taganing

Dari segi teknis, instrumen taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai "pengaba" atau "dirigen" (pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya.

2. Gordang

Gordang ini berfungsi sebagai instrumen ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune

Sarune berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing.

4. Ogung Oloan (pemimpin atau yang harus diikuti)

5. Ogung Ihutan atau Ogung Pangalusi (yang menjawab atau yang mengikuti)

6. Ogung panggora atau Ogung Panonggahi (yang berseru atau yang membuat orang terkejut).

7. Ogung Doal (tidak mempunyai arti tertentu)

Ogung Oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya. ogung doal memperdengarkan bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek synkopis nampaknya merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan. Fungsi dari ogung panggora ditujukan pada dua bagian. Di satu bagian, ia berbunyi berbarengan dengan tiap pukulan yang kedua, sedang di bagian lain sekali ia berbunyi bersamaan dengan ogung ihutan dan sekali lagi berbarengan dengan ogung oloan.

Oleh karena musik dari gondang sabangunan ini pada umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat, maka para penari maupun pendengar hanya berpegang pada bunyi ogung oloan dan ihutan saja. Berdasarkan hal ini, maka ogung oloan yang berbunyi lebih rendah itu berarti "pemimpin" atau "yang harus dituruti" , sedang ogling ihutan yang berbunyi lebih tinggi, itu "yang menjawab" atau "yang menuruti". Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung antara oloan dan ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan "tanya jawab"

8.
Hesek

Hesek ini berfungsi menuntun instrumen lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrumen akan terasa kurang lengkap. Walaupun alat dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan.

D. Susunan Gondang Sabangunan

Menurut falasafah hidup orang Batak Toba, "bilangan" mempunyai makna dan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan aktivitas adat. "Bilangan genap" dianggap bilangan sial, karena membawa kematian atau berakhir pada kematian. Ini terlihat dari anggota tubuh dan binatang yang selalu genap. Menurut Sutan Muda Pakpahan, hal itu semuanya berakhir pada kematian, dukacita dan penderitaan (Nainggolan, 1979). Maka di dalam segala aspek kehidupan diusahakan selalu "bilangan ganjil" yang disebut bilangan na pisik yang dianggap membawa berkat dan kehidupan.

Dengan kata lain "bilangan genap" adalah lambang segala ciptaan didunia ini yang dapat dilihat dan hakekatnya akan berlalu, sedang "bilangan ganjil" adalah lambang kehidupan dan Pencipta yang tiada terlihat yang hakekatnya kekal. Itulah sebabnya susunan acara gondang sabangunan selalu dalam bilangan ganjil. Nama tiap acara, disebut "gondang" yang dapat diartikan jenis lagu untuk nomor sesuatu acara. Susunan nomor acara juga harus menunjukkan pada bilangan ganjil seperti satu, tiga, atau lima dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara.

Selanjutnya susunan acara itu hendaknya memenuhi tiga bagian, yang merupakan bentuk upacara secara umum, yaitu pendahuluan yang disebut gondang mula-mula, pemberkatan yang disebut gondang pasu-pasu, dan penutup yang disebut gondang hasatan. Ketiga bagian gondang inilah yang disebut si Pitu Gondang (Si Tujuh Gondang). Walaupun dapat dilakukan satu, tiga, lima, dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara atau jenis gondang yang diminta. "Gondang mulamula i ma tardok patujulona na marpardomuan tu par Tuhanon, tu sabala ni angka Raja dohot situan na torop". Artinya Gondang mula-mula merupakan pendahuluan atau pembukaan yang berhubungan dengan Ketuhanan, kuasa roh raja-raja dan khalayak ramai.

Bentuk upacara yang termasuk gondang mula-mula antara lain:

1. Gondang Alu-alu, untuk mengadukan segala keluhan kepada yang tiada terlihat yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta, biasanya dilakukan tanpa tarian.

2. Gondang Somba-Somba, sebagai persembahan kepada Yang Maha Pencipta. Semua penari berputar di tempat masing-masing dengan kedua tangan bersikap menyembah.

Bentuk upacara yang termasuk gondang pasu-pasuan antara lain:

1. Gondang Sampur Marmere, menggambarkan permohonan agar dianugrahi dengan keturunan banyak.

2. Gondang Marorot, menggambarkan permohonan kelahiran anak yang dapat diasuh.

3. Gondang Saudara, menggambarkan permohonan tegaknya keadilan dan kemakmuran.

4. Gondang Sibane-bane, menggambarkan permohonan adanya kedamaian dan kesejahteraan.

5. Gondang Simonang-monang, menggambarkan permohonan agar selalu memperoleh kemenangan.

6. Gondang Didang-didang, menggambarkan permohonan datangnya sukacita yang selalu didambakan manusia.

7. Gondang Malim, menggambarkan kesalehan dan kemuliaan seorang imam yang tidak mau ternoda.

8. Gondang Mulajadi, menggambarkan penyampaian segala permohonan kepada Yang Maha pencipta sumber segala anugerah.

Bentuk upacara yang termasuk gondang hasatan antara lain:

1. Gondang Sitio-tio, menggambarkan kecerahan hidup masa depan sebagai jawaban terhadap upacara adat yang telah dilaksanakan.

2. Gondang Hasatan, menggambarkan penghargaan yang pasti tentang segala yang diminta akan diperoleh dalam waktu yang tidak lama. "Gondang hasatan i ma pos ni roha na ingkon sabat saut sude na pinarsinta". Artinya : Gondang hasatan ialah : suatu keyakinan yang pasti bahwa semua cita-cita akan tercapai. Lagu-lagu untuk ini biasanya pendek-pendek saja.

Dari ketiga bagian gondang tersebut di atas, maka para peminta gondang menentukan beberapa nomor acara gondang dan nama gondang yang akan ditarikan. Masing- masing gondang ditarikan satu kali saja. Contohnya:

Sebagai pendahuluan : Gondang Alu-alu (tidak ditarikan).

I. Gondang Mula-mula (1x). Biasanya gondang ini disatukan dengan Gondang Somba-somba. Di Gondang Mula-mula menari dengan tidak membuka tangan dan hanya sebentar. Di Gondang Somba-somba menari sambil membuka tangan.

II. Gondang Pasu-pasuan (3x) atau (5x).

III. Gondang Hasahatan (1x) atau (2x).


 

Yang umum dilaksanakan terdiri dari tujuh nomor acara (Si pitu Gondang)
dengan susunan :

1. Gondang Mula-mula.

2. Gondang Somba-somba.

3. Gondang Sampur Marmere.

4. Gondang Marorot.

5. Gondang Saudara.

6. Gondang Sitio-tio.

7. Gondang Hasatan.


Jumlah : 7x (2 G. Mula-mula + 3 G. Pasu-pasuan+ 2 G Hasahatan)


 

Jika diadakan dalam lima nomor acara (Si lima Gondang), umumnya susunannya adalah sebagai berikut:

1. Gondang Mula-mula dengan Somba-somba.

2. Gondang Sibane-bane.

3. Gondang Simonang-monang.

4. Gondang Didang-didang.

5. Gondang Hasatan sitio-tio.

Jumlah : 5x (1. G Mula-mula + 3 G Pasu-pasuan + 1 G Hasatan).


 

Sedangkan dalam tiga nomor acara (Si tolu Gondang), umumnya susunannya ialah :

1. Gondang Mula-mula dengan Somba-somba.

2.Gondang Sibane-bane disatukan dengan Gondang Simonang-monang.

3. Gondang Hasahatan sitio-tio.


 

Jumlah : 3x (1 G Mula-mula + 1 G Pasu-pasuan + 1 G = Hasahatan).

Jika hanya nomor acara (Si sada Gondang) , maka di dalamnya sekaligus
dimainkan Gondang Mula-mula, Gondang Pasu-pasuan, dan Gondang Hasahatan.

E. Syarat-Syarat Pemain Gondang Sabangunan

Para pemain instrumen-instrumen yang tergabung dalam komunitas gondang,disebut pargonsi. Biasanya, sebagian besar warga masyarakat Batak Toba tertarik mendengar alunan suara yang dikeluarkan oleh gondang sabangunan tersebut, tetapi tidak semuanya mampu memainkan alat-alat tersebut apalagi mencapai tahap pargonsi. Hal ini disebabkan karena adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat menjadi seorang pargonsi. Syarat-syarat tersebut seperti yang dikemukakan seorang ahlinya, antara lain:

1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon (Sang Pencipta)

Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai permintaan Mula Jadi Na Bolon.

2. Melalui proses belajar

Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar. Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai.

3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan dalam adat)

Maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.

4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki

Dengan alasan : Laki-laki merupakan hasil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi
Na Bolon. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.

5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah dewasa tetapi bukan berarti harus sudah menikah

F. Pemain Musik Gondang Sabangunan

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa keseluruhan pemain yang menggunakan instrumen- instrumen dalam gondang sabangunan disebut pargonsi. Dahulu, istilah pargonsi ini hanya diberikan kepada pemain taganing saja, sedangkan kepada pemain instrumen lainnya hanya diberikan nama sesuai dengan nama instrumen yang dimainkannya, yaitu parogung (pemain ogung ) atau parsarune (pemain sarune ).

Dalam konteks sosial, pargonsi ini mendapat perlakuan yang khusus. Hal ini didukung oleh adanya prinsip stratifikasi yang berhubungan dengan kedudukan pargonsi berdasarkan pangkat dan jabatan. Sikap khusus yang diberikan masyarakat kepada pargonsi itu disebabkan karena seorang pargonsi selain memiliki ketrampilan teknis, mendapat sahala dari Mulajadi
Na Bolon, juga mempunyai pengetahuan tentang ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan adat/sendi-sendi peradatan). Sehingga untuk itu, pargonsi mendapat sebutan Batara Guru Humundul (artinya :Dewa Batara Guru yang duduk) untuk pemain taganing dan Batara Guru Manguntar untuk pemain sarune. Mereka berdua dianggap sejajar dengan Dewa dan mendapat perlakuan istimewa, baik dari pihak yang mengundang pargonsi maupun dari pihak yang terlibat dalam upacara tersebut. Dengan perantaraan merekalah, melalui suara gondang (keseluruhan instrumen), dapat disampaikan segala permohonan dan puji-pujian kepada Mulajadi Na Bolon (Yang Maha Esa) dan dewa-dewa bawahannya.

Posisi pargonsi tampak pada saat hendak diadakannya horja (upacara pesta) yang menyertakan gondang sabangunan untuk mengiringi jalannya upacara. Pihak yang berkepentingan dalam upacara akan mengundang pargonsi dan menemui mereka dengan permohonan penuh hormat, yang disertai napuran tiar (sirih) yang diletakkan di atas piring.

Pada saat upacara berlangsung, pargonsi akan dilayani dengan hormat, seperti ketika suatu kelompok orang yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu ingin menari, maka mereka akan meminta gondang kepada pargonsi dengan menyerukan sebutan yang menyanjung dan terhormat, yaitu :"Ale Amang panggual pargonsi, Batara Guru Humundul, Batar Guru Manguntar, na sinungkun botari na ni alapan arian, parindahan na suksuk, parlompaan na tabo, Paraluaon na tingkos, paratarias na malo". Artinya "Yang terhormat para pemain musik, Batara Guru Humundul, Batara Guru Manguntar. Yang ditanya sore hari dan dijemput siang hari, penikmat nasi yang empuk, penikmat lauk yang lezat. Penyampai pesan yang jujur, pemikir yang cerdas.

Untaian kalimat di atas menunjukkan makna dari suatu sikap yang menganggap bahwa pargonsi itu setara dengan Dewa. Mereka harus selalu disuguhi dengan makanan yang empuk dan lezat, harus dijemput dan diantar kembali bila pergi ke suatu tempat dan mereka itu dianggap mempunyai pikiran yang jujur dan cerdas sehingga dapat menjadi perantara untuk menghubungkan dengan Mulajadi Nabolon.

Akan tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, penghargaan kepada pargonsi sudah berubah. Hal ini disebabkan kehadiran musik (suatu sebutan dari masyarakat Batak Toba untuk kelompok brass band) yang menggantikan kedudukan gondang sabangunan sebagai pengiring upacara. Apabila pihak yang terlibat dalam upacara meminta sebuah repertoar, mereka akan menyebut pargonsi kepada dirigen atau pimpinan kelompok musik tersebut. Walaupun kedudukan kelompok musik sama dengan gondang sabangunan dengan menyebut "pargonsi" kepada pemain musik, namun musisi tersebut tidak dapat dianggap sebagai Batara Guru Humundul ataupun Batara Guru Manguntar.

Sikap hormat yang diberikan masyarakat kepada pargonsi bukanlah suatu sikap yang permanen (tetap), tetapi hanya dalam konteks upacara. Di luar konteks upacara, sebutan dan sikap hormat tersebut akan hilang dan pargonsi akan mempunyai kedudukan seperti anggota masyarakat lainnya, ada yang hidup sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagainya.

Sejalan dengan uraian di atas, ada beberapa penulis Batak Toba yang menerangkan sebutan untuk masing-masing instrumen dalam gondang sabangunan. Seperti pasariboe
(1938) menuliskan sebagai berikut : oloan bernama simaremare, ihutan bernama situri-turi, panggora bernama situhur tolong, doal bernama sisunggul madam, taganing bernama silima hapusan, gordang bernama sialton sijarungjung dan odap bernama siambaroba. Penulis Batak Toba lainnya, pasaribu
(1967) menuliskan taganing bernama pisoridandan, gordang bernama sialtong na begu, odap bernama siambaroba, oloan bernama si aek mual, ihutan bernama sitapi sindar
mataniari, panggora bernama situhur, doal bernama diri
mengambat, dan hesek bernama sigaruan nalomlom.

Nama-nama di atas merupakan nama yang diberikan oleh pemilik instrumen musik atau pimpinan komunitas musik dan sangat sulit sekali dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Nama-nama tersebut berbeda pada tiap-tiap daerah, tergantung bagaimana masyarakatnya menamainya.

batak

Konsep masyarakat Batak Toba ; Ganjil adalah indah
Dalam kehidupan masyarakat batak, angka ganjil adalah keberuntungan. Dengan konsep demikian tanpa disadari masyarakat telah menarapkannya di kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini dibuktikan dengan segala aktivitas masyarakat, adat, serta kesenian mendapat dampak konsep tersebut. Ini dapat dilihat dari :
  1. Falsafah : dalihan na tolu
  • Somba marhula-hula,
  • manat mardongan tubu,
  • elek marboru.
"Angka na so somba marhula-hula siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu, natajom ma adopanna, jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna ".
Itulah tiga falsafah hukum adat Batak yang cukup adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir sampai meninggal dunia.
  1. Scale (tangga nada)
Masyarakat batak dalam budaya musical menggunakan tangga nada pentatonic scale, yaitu terdiri dari lima nada.
  1. Tangga rumah selalu ganjil

     
    Terdiri dari anak tangga berjumlah 3,5,..

     

     
  2. Meminta gondang (repertoar lagu) pasti ganjil
susunan acara gondang sabangunan selalu dalam bilangan ganjil. Nama tiap acara, disebut "gondang" yang dapat diartikan jenis lagu untuk nomor sesuatu acara. Susunan nomor acara juga harus menunjukkan pada bilangan ganjil seperti satu, tiga, atau lima dan sebanyak-banyaknya tujuh nomor acara.
Pada upacara secara umum, yaitu
  • pendahuluan yang disebut gondang mula-mula,
  • pemberkatan yang disebut gondang pasu-pasu,
  • dan penutup yang disebut gondang hasatan.
Ketiga bagian gondang inilah yang disebut si Pitu Gondang (Si Tujuh Gondang).
Yang umum dilaksanakan terdiri dari tujuh nomor acara (Si pitu Gondang)
dengan susunan :

  1. Gondang Mula-mula
  2. Gondang Somba-somba
  3. Gondang Sampur Marmere.
  4. Gondang Marorot.
  5. Gondang Saudara.
  6. Gondang Sitio-tio.
  7. Gondang Hasatan.

Jumlah : 7x (2 G. Mula-mula + 3 G. Pasu-pasuan+ 2 G Hasahatan)

 

 

 

 
Jika diadakan dalam lima nomor acara (Si lima Gondang), umumnya susunannya adalah sebagai berikut:
  1. Gondang Mula-mula dengan Somba-somba
  2. Gondang Sibane-bane.
  3. Gondang Simonang-monang.
  4. Gondang Didang-didang.
  5. Gondang Hasatan sitio-tio.
Jumlah : 5x (1. G Mula-mula + 3 G Pasu-pasuan + 1 G Hasatan).

 
Sedangkan dalam tiga nomor acara (Si tolu Gondang), umumnya susunannya ialah :
  1. Gondang Mula-mula dengan Somba-somba
  2. Gondang Sibane-bane disatukan dengan Gondang Simonang-monang.
  3. Gondang Hasahatan sitio-tio.

 
  1. Konsep warna (hitam, merah, putih)
  2. Dll

 
Begitulah peranan angka ganjil dimasyarakat Batak, ganjil itu indah, sempurna. walaupun di Eropa atau Barat menganggap angka ganjil tersebut itu pembawa sial tetapi masyarakat tidak sependapat dengan itu.
Dengan demikian salah satu konsep indah bagi masyarakat Batak adalah konsep ganjil.

MENGGAMBAR MODEL

  Pengertian Menggambar Model Model merupakan objek gambar yang menjadi bahan ispirasi dalam kegiatan menggambar model.  Menggambar model ...